Minggu, 16 November 2008

PERSPEKTIF KOMUNIAKSI - B. AUBREY FISHER

Perspektif Komunikasi

Perkembangan komunikasi berjalan beriringan dengan perkembangan teknologi. Berlo (1975) menyebut zaman sekarang ini adalah zaman revolusi komunikasi yang sejati, yang ditimbulkan, sebagian terbesar oleh adanya perkembangan kemajuan teknologis yang amat pesat di bidang media komunikasi. Salah satu fakta yang sangat mencolok tentang dasawarsa dewasa ini adalah ledakan informasi yang luar biasa. Ledakan informasi itu telah menuntut adanya penemuan beberapa sarana untuk mengatasi masalah informasi tersebut.

Teknologi telah dikembangkan pada tingkat massa dengan perkembangan sistem komputer yang canggih itu (misalnya ERIC) untuk menyimpan dan mencari kembali informasi secara sistematis. Dalam pengertian yang sebenarnya, ERIC hanyalah suatu mekaninsme untuk mengatasi masalah secara komputer itu. Teknologi juga menambah “kemudahan dibawanya” informasi sehingga setiap tahun berikutnya makin banyak orang menerima informasi secara lebih cepat.

Hasil yang tidak dapat dielakkan dari revolusi komunikasi pada masa kini adalah bahwa pemahaman hakikat komunikasi manusia menjadi lebih sulit lagi, namun menjadi lebih menentukan dalam masyarakat kontemporer.

1. Perspektif Mekanistis

Para ahli teori sosial dan filsuf ilmu umumnya sependapat bahwa ilmu sosial/ perilaku amat banyak meminjam dari ilmu fisika, pada saat disiplin baru itu menjalani perkembangan selama tahun-tahun pembentukannya. Perspektif mekanistis komunikasi manusia menekankan pada unsur fisik komunikasi, penyampaian dan penerimaan arus pesan seperti ban berjalan di antara sumber atau para penerimanya. Semua fungsi penting dari komunikasi terjadi pada saluran, lokus , perspektif mekanistis. Ilmu fisika yang dominant pada beberapa abad ini merupakan perspektif mekanistis, umumnya dikenal sebagai “fisika klasik”.

Model perspektif mekanistis komunikasi manusia.

Saluran merupakan tempat untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan secara kontinu atau terus-menerus, tanpa adanya saluran maka komponen- komponen komunikasi lainnya akan terkatung- katung secara koseptual dalam ruangan. Karena secara jelas perspektif mekanistis menempatkan komunikasi bulat- bulat pada saluran.

Karena terlalu memfokuskan kepada saluran, maka timbul hambatan dan kegagalan dalam komunikasi. Hambatan tersebut lebih banyak dilihat sebagai hambatan psikologis yang terdapat dalam kemampuan kognitif dan afektif Individual dalam menyandi dan mengalih sandi pesan.

Encoding merupakan proses pentransformasian pesan dari satu bentuk ke bentuk yang lain pada saat penyampaian. Sedangkan pengalihan sandi atau decoding merupakan proses pentransformasian pesan dari satu bentuk ke bentuk yang lain pada saat penerimaan atau di titik tujuan.

Jika komunikatornya lebih dari dua, maka memerlukan penjaga gerbang atau disebut gate keeping. Penjaga gerbang berfungsi menerima informasi dari suatu sumber dan merelai informasi tersebut kepada seorang penerima.

2. Perspektif Psikologis

Banyak penelitian komunikasi dalam tradisi empiris ilmu sosial kontemporer telah meminjam secara besar-besaran dari psikologi, tetapi fenomena ini dapat dimengerti. Sejak berabad-abad komunikasi meminjam dari disiplin lain seperti filsafat, sosiologi, bahasa dan lain sebagainya. Banyak yang menganggap bahwa tradisi meminjam ini adalah hal yang wajar karena komunikasi merupakan disiplin yang elektik (electic).

Karakteristik Penjelasan Psikologis

Seperti halnya komunikasi, psikologi merupakan disiplin yang beraneka ragam dengan spesialisasi-spesialisasi yang dihubungkan secara longgar, misalnya psikologi kepribadian, psikologi sosial, psikologi industri, dan lain sebagainya. Sebenarnya, pandangan psikologis komunikasi tidak mencakup semua hal dari satu teori saja dalam psikologi. Ingat bahwa peminjaman komunikasi dari psikologi secara relatife bersifat dangkal dan sporadis. Akibatnya, disini tidaklah dimaksudkan untuk mengemukakan cirri-ciri esensial penjelasan psikologis. Akan tetapi, tujuannya adalah untuk menandai ciri-ciri penjelasan psikologis yang tampaknya mengarahkan ahli komunikasi yang mempergunakannya.

Penerimaan Stimuli oleh Alat-alat Indera

Sebagai manusia, kemanpuan kita sangat terbatas untuk berhubungan dengan lingkungan kita serta dengan sesama kita. Secara fisiologis, setidak-tidaknya, kita hanya memiliki lima alat indera. Fenomena lingkungan itu yang terkandung dalam banyak penjelasan psikologis, termasuk dalam penjelasan teoritis di luar kecenderungan behavioristis, adalah konsep “stimulus” sebagai satuan masukan alat indera.

Jadi, setiap berkas sinar yang masuk pada retina mata kita, setiap getaran udara yang menggetarkan bagian dalam telinga kita, atau zat apapun yang merangsang indera kita dinamakan stimulus. Akibatnya, stimuli memberikan data yang dipergunakan dalam penjelasan tentang perilaku manusia

Mediasi Internal Stimuli

Setelah menerima stimuli-stimuli, indera kita akan mengolahnya kembali di dalam tubuh dan pikiran kita. Hampir seluruhnya, mediasi organisme dalam penjelasan S-R merupakan konsep black box, yakni struktur khusus dan fungsi proses antara yang internal dipandang kurang penting dibandingkan dengan proses pengubahan input menjadi output. Menurut teori ini, penjelasan memerlukan pengamatan masukan dan pengeluaran namun tidak menuntut pengamatan langsung pada kegiatan dalam diri organisme yang bersangkutan, sekalipun mungkin dapat dilakukan.

Penjelasan S-R akan mengemukakan bahwa organisme akan menghasilkan perilaku tertentu, jika ada kondisi stimulus tertentu. Maksudnya, keadaan internal organisme berfungsi menghasilkan respons tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Akan tetapi, penting untuk diingat bahwa keadaan internal tersebut hanya dapat dikenali dalam artian peran yang dijalankannya dalam menghasilkan perilaku.

Peramalan Respons

Tujuan penjelasan S-R berpusat pada peramalan, dan peramalan berpusat pada respons. Sebenarnya respons dianggap sebagai perilaku yang dapat secara langsung diamati, dan penjelasan psikologis berusaha menghubungkan, yakni menjelaskan, perilaku dalam artian stimuli dan keadaan internal. Memang jelas bahwa respons tidak dapat diramalkan semata-mata dalam arti sifat fisik stimulus. Respons lebih dapat diuntungkan dengan keadaan internal yang diaktifkan oleh psikologis.

Secara singkat, dapat ditarik kesimpulan bahwa setelah organisme menerima stimuli-stimuli dari luar dan kemuadian memporosesnya di dalam dirinya, maka organisme akan dapat meramalkan respons apa yang akan terjadi selanjutnya, baik itu akan dilakukan maupun tidak akan dilakukan.

Peneguhan (Reinforcement) Respons

Peneguhan respons mempengaruhi keadaan internal organisme dalam keadaan kebalikannya. Maksudnya, organisme itu dipengaruhi tidak hanya oleh peristiwa di masa lampau saja tetapi iapun dipengaruhi oleh masa yang akan datang.

Akibat adanya arah ganda waktu ini adalah untuk memberikan penegasan yang lebih besar pada keadaan internal organisme tersebut. Dalam arti, organisme tidak hanya tergantung pada lingkungannya saja, tetapi ia dapat mengendalikan lingkungan dan pengaruhnya, sampai batas tertentu, melalui penggunaan fungsi antara dari keadaan internalnya.

Perspektif psikologis tentang komunikasi manusia memfokuskan perhatiannya pada individu (si komunikator/ penafsir) baik secara teoritis maupun empiris. Secara lebih spesifik lagi, yang menjadi fokus utama dari komunikasi adalah mekanisme internal peneriamaan dan pengelolahan informasi.

Fokus ini telah menimbulkan orientasi komunikasi manusia yang berpusat pada si penerima. Walaupun bidang sebenarnya psikologi yang dipinjam perspektif ini masih tidak jelas, unsur- unsur perantara dari behaviorisme S-O-R dan psikologi kognitif, khususnya teori keseimbangan, cenderung untuk mendominasi usaha penelitian para ilmuwan komunikasi yang mempergunakan perspektif psikologi.

Model perspektif psikologi komuniksi manusia.

Pertama- tama, perspektif ini menganggap bahwa manusia berada dalam suatu medan stimulus, yang secara bebas disebut sebagai suatu lingkungan informasi. Dalam model psikologis manusia ditandai sebagai makhluk yang memiliki fungsi ganda menghasilkan dan menerima stimuli- jadi manusia adalah seorang komunikator/ penfsir stimuli informasional.

Psikologis komunikasi memiliki model yang berbeda dari model psikologis yang menjelaskan semua perilaku dalam kerangka asumsi bahwa semua manusia dalam medan stimulus menghasilkan sejumlah besar stimulus yang ditangkap oleh orang lain. Karena itu, sampai batas- batas tertentu, tiap komunikator telah terorientasi secara psikologis kepada yang lain.

Filter konseptual merupkan suatu “kata petunjuk”, yang ditujuan untuk mencakup semua konstruk yang beragam yang telah dipakai untuk melukiskan secara teoritis kegiatan internal dalam diri manusia. Filter konseptual juga berfungsi untuk membantu proses penyandian, apabila proses penyandian kurang ditangkap dengan baik.

Salah satu hambatan perspektif psikologi, yaitu kecenderungan mendehumanisasikan manusia dan pada akhirnya membuat mereka tidak berdaya terhadap lingkungan mereka sendiri.

Penggambaran tentang perspektif psikologis tidaklah merupakan perspektif yang menyatu secara manunggal dalam pengkajian komunikasi. Sebaliknya, dalam kerangka perspektif ini terdapat pendekatan metodologis, konsep yang dipakai, serta definisi operasional yang digunakan, yang amat beranekaragam. Sampai pada tingkat tertentu, ketidaksamaan ini mencerminkan sebagian besar kekalutan yang terdapat di dalam disiplin psikologi. Sudah tentu, penekanan pada filter konseptual yang berupa black box (seperti: sikap, persepsi, keyakinan, dan keinginan) telah mempercepat timbulnya arah yang berlainan.

3. Perspektif Interaksional

Meskipun asal mula perspektif interaksional komunikasi manusia dapat ditelusuri sampai kefilsafat ekstensialisme dan bahkan ke Socrates, sumbernya yang khusus dan komprehensif dari perspektif ini secara langsung ataupun tidak langsung adalah interaksional komunikasi manusia.

Secara lebih khusus lagi, arah perkembangan dalam masyarakat ilmiah komunikasi manusia yang memperlakukan komunikasi sebagai dialog adalah adanya indikasi yang terang sekali dari pendekatan interaksional pada studi komunikasi manusia.

Popularitas interaksional berasal dari reaksi humanistis terhadap mekanisme dan psikologisme. Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah pemberian penekanan yang manusiawi pada diri sebagai unsur pokok perspektif interaksional. Tetapi dari pada memandang diri hanya sebagai internalisasi pengalaman individual, interasionisme lebih menerangkan perkembangan diri melalui proses “penunjukan diri” di mana individu dapat “bergerak keluar” dari diri dan melibatkan dirinya dalam intropeksi dari sudut pandang orang lain. Dengan cara yang sama individu dapat melibatkan dirinya dalam pengambilan peran dan mendefinisikan diri maupun orang lain dari sudut pandang orang lain.

Fenomena pengambilan peran inilah yang memungkinkan adanya pengembangan diri semata- mata sebagai proses sosial- dalam proses intropeksi maupun ekstropeksi. Oleh karena hanya melalui interaksi sosial hubungan dapat dikembangkan. Dan pengambilan peran tidak hanya merupakan unsur sentral dari perspektif interaksional, akan tetapi juga menjadi unsur yang unik.

Perspektif interaksional menekankan tindakan yang bersifat simbolis dalam suatu perkembangan yang bersifat proses dari komunikasi manusia. Penekanannya pada tindakan memungkinkan pengambilan peran untuk mengembangkan tindakan bersama atau mempersatukan tindakan individu dengan tindakan individu- individu yang lain untuk membentuk kolektivitas. Tindakan bersama dari kolektivitas itu mencerminkan tidak hanya pengelompokan sosial akan tetapi juga adanya perasaan kebersamaan ataupun keadaan timbal balik dari individu- individu yang bersangkutan, yang dilukiskan dalam model sebagai “kesearahan” orietasi individu- individu terhadap diri orang lain, dan objek.

Model perspektif interaksional komunikasi manusia.

Komunikator interaksional merupakan penggabungan yang kompleks dari individualisme sosial, yakni seorang individu yang mengembangkan potensi kemanusiawiannya melalui interaksi sosial.

Implikasi yang paling penting dari perspektif interaksional bagi studi komunikasi manusia adalah adanya penyempurnaan pemberian penekanan pada metodologi penelitian. Implikasinya yang pertama mencakup pemahaman yang disempurnakan tentang peran yang akan dijalankan oleh peneliti. Dari pada hanya digambarkan sebagai seorang pengamat yang sifatnya berat sebelah, dan tidak tertarik atas fenomena empiris, penelitian interaksional menjalankan peranannya sebagai seorang pengamat- partisipan dalam pelaksanan penelitiannya. Dari sudut pandang mereka, peneliti mengoperasionalkan konsep dan menjalankan observasi empirisnya. Akan tetapi, validasi konsep penelitiannya bergeser dari criteria eksternal ke sudut pandangan para subjek penelitian itu sendiri.

Perspektif interaksional dengan jelas merupakan sumber yang menarik perhatian orang dalam pengertian bahwa ia berada dalam tahap perkembangan yang kontinu. Dalam artian sebagai “revolusi yang belum tuntas”, setiap penemuan penelitian secara relative bersifat baru dan mengarah ke banyak arah yang baru.

4. Perspektif Pragmatis

Pragmatis merupakan studi tentang bagaimana lambing- lambing itu berhubungan dengan orang lain. Aspek pragmatis komunikasi berpusat pada perilaku komunikator sebagai komponen fundamental komunikasi manusia. Pragmatika berpandangan bahwa komunikasi dan perilaku sesungguhnya sama.

Prinsip-prinsip pragmatika secara langsung lebih banyak berasal dari teori system umum, campuran, multi disipliner dari asumsi, konsep, dan prinsip- prinsip, yang berusaha menyediakan kerangka umum bagi studiberbagai jenis fenomena- fisika, biologi, dan sosial. Teori system merupakan seperangkat prisip yang terorganisasikan secara longgar dan bersifat amat abstrak, yang berfungsi untuk mengarahkan jalan pikiran kita, namun yang tergantung pada berbagai penafsiran.

Pada prinsipnya perspektif pragmatis merupakan alternatif bagi perspektif mekanistis dan psikologis, dengan memfokuskan pada urutan perilaku yang sedang berlangsung dalam ruang lingkup filosofis dan metodologis teori system umum dan teori informasi. Penekanannya pada urutan interaksi yang sedang berjalan, yang membatasi dan mendefinisikan system sosial, merupakan pemindahan dari penekanan perspektif interaksional pada pengambilan peran yang diinternalkan. Meskipun demikian, pemberian penekanan pada perilaku interaktif, sekalipun penjelasan kejadiannya itu berbeda, merupakan penekanan yang sama bagi perspektif pragmatis dan interaksional.

Yang fundamental bagi setiap studi komunikasi manusia yang serius dalam perspektif pragmatis adalah daftar kategori yang menyatakan fungsi yang dilakukan oleh komunikasi manusia dan yang menyatakan fungsi yang dilakukan oleh komunikasi manusia dan yang memungkinkan tindakan komunikatif untuk diulang kembali pada saat yang bersamaan.

Selanjutnya untuk memahami komunikasi manusia adalah mengorganisasikan urutan yang sedang berlangsung ke dalam kelompok- kelompok karakteristik sehingga peristiwa itu “cocok” satu sama lainnya dalam suatu pola yang dapat ditafsirkan. Urutan itu diberi cara penggunaannya berkat ketrbatasanyang diberikan pada pilihan interaktif; yakni, makin redudan urutan itu, makin banyak struktur yang diperlihatkan oleh pola interaksi.

Implikasi perspektif lebih luas dan lebih jauh liputannya dalam perbedaannya dari kebijakan konvensional yang mengitari komunikasi manusia. Implikasi- implikasi tersebut yakni:

· Ekternalisasi, karena komunikasi memusatkan perhatiannya pada perilaku, maka ungkapan klise yang dihubungkan dengan komunikasi mulai menerima makna baru.

· Probabilitas stokatis, umumnya analisa data penelitian dalam ilmu- ilmu sosial mempergunakan statistika inferensial, dan desain- desain eksperiental. Sifat perspektif pragmatis menimbulkan masalah bagi para ahli yang hanya terlatih dalam methode penelitian yang tradisional. Prinsip ekuifinalitas, yang menandai system terbuka, tidak menyisihkan sama sekali metode eksperimental, tetapi ia hanya mengurangi arti pentingnya saja.

· Analisis kualitatif, perspektif pragmatis mengandung arti bahwa inferensi kausal menjadi kurang penting dalam memahami proses komunikasi manusia, jika tidak mau dikatakan tidak sesuai. Yang lebih penting dan relevan adalah masalah- masalah kualitatif yang mengenai karakterisasi system komunikasi. Bagian ini akan berusaha menggambarkan secara garis- besar beberapa masalah kualitatif yang paling penting bagi studi komunikasi sekarang.

· Kompleksitas konsep waktu, di dalam kerangka perspektif pragmatis, waktu menjadi makin lebih kompleks dan makin lebih merupakan bagian yang integral dari komunikasi manusia.

· Komunikasi interpersonal massa, dalam bidang yang beranekaragam seperti komunikasi manusia, penerapan perspektif pragmatis bertindak sebagai kerangka untuk mempersatukan berbagai pendekatan komunikasi yang berlainan.

Untuk mengkonseptualisasikan komunikasi dari perspektif pragmatis sama saja dengan memperbaharui secara drastic pola pikiran yang semula tentang komunikasi. Akan tetapi untuk mengkonseptualisasikan komunikasi sebagai suatu tindakan “partisipasi” atau “memasuki” suatu system komunikasi ataupun hubungan memerlukan “goncangan” pada cara berpikir kita yang tradisional.

Walaupun demikian, kemampuan untuk mengenal cara kita berpikir dan menggunakan berbagai perspektif merupakan suatu tanda seorang yang terpelajar, dan kemampuan untuk mengkonseptualisasikan, termasuk kemampuan untuk merekonseptualisasikan adalah isyarat adanya pemahaman yang meningkat.

5. Kombinasi Perspektif

Ahli-ahli komunikasi seringkali mengkombinasikan unsur-unsur berbagai perspektif dan menggunakan kombinasi ini dalam meninjau proses komunikasi. Kombinasi yang sering terjadi adalah perspektif psikologis dengan mekanistis. Pada umumnya perspektif mekanistis- psikologis merupakan pendekatan komunikasi yang jelas paling popular.

Setiap perspektif secara relatif terpisah secara relatif antar yang satu dengan yang lain. Menurut Aubrey Fisher, agar penelitian produktif hendaknya menyadari pemakaian kombinasi perspektif dan secara sadar mencegah adanya kombinasi yang tidak konsisten atau tidak searah. Prasyarat bagi setiap pengembangan teoritis komunikasi adalah adanya kesadaran kritis tentang perspektif teoritis yang ada dan yang sedang diterapkan.

Perspektif bukan hanya perspekti mekanistis, psikologis, interaksionis, dan pragmatis saja, melainkan masih ada yang lain diantaranya: perspektif ekologi atau kontekstual tentang komunikasi manusia konsisten dengan definisi komunikasi sebagai proses adaptasi orgaisme kepada lingkungan. Perspektif ekologi lebih bersifat asumtif dari pada aktual.

Perspektif dramatisme, lebih berpengaruh dan populer dari pada pandangan ekologis adalah dampak dramatisme atas komunikasi. Daramatisme lebih bersifat analogis dari pada teoritis. Model dramatis menempatkan individu dan perilaku sosial dalam analogi dramatis yang menandai aktor sosial pada “panggung” kehidupan yang sebenarnya. Sebagai model atau analogi organisasi komunikasi, dramatisme sangat bersifat heuristic, kaya dengan ide- ide yang potensial.

Perspektif memang memberikan pengaruh besar pada akumulasi pengetahuan yang potensial yang menyangkut proses komunikatif. Pengaruh utama dari perspektif ialah menentukan/ mengarahkan pemahaman seseorang tentang konsep komunikasi. Salah satu cara untuk menerangkan pengaruhnya adalah mengatakan bahwa perspektif yang berbeda memberikan interpretasi yang berlainan juga.

Sebagian orang mungkin akan menafsirkan perspektif itu sebagai suatu metodelogi penelitian, jelas bukan. Begitu pula suatu metodelogi tertentu tidaklah unik atau bahkan paling tetap bagi suatu perspektif apapun. Dalam kenyataannya, setiap metodelogi penelitian apapun dapat cocok dalam salah satu dari keempat perspektif itu, hanya tergantung pada sifat pernyataan penelitian tertentu yang ditanyakan- bukan pada perspektif filosofisnya itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar