Minggu, 16 November 2008

TEORI AGENDA SETTING

Teori Agenda-Setting

Dari beberapa asumsi mengenai efek komunikasi massa, satu yang bertahan dan berkembang dewasa ini menganggap bahwa media massa dengan memberikan perhatian pada issue tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan dan menerima susunan prioritas yang diberikan media massat erhadap isu-isu yang berbeda.
Asumsi ini berhasil lolos dari keraguan yang ditujukan kepada penelitian komunikasi massa yang menganggap media massa memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap atau pendapat. Studi empiris terhadap komunikasi massa telah mengkonfirmasikan bahwa efek yang cenderung terjadi adalah dalam hal informasi. Teori agenda-setting menawarkan suatu cara untuk menghubungkan temuan ini dengan kemungkinan terjadinya efek terhadap pendapat, karena pada dasarnya yang ditawarkan adalah suatu fungsi belajar dari media massa. Orang belajar mengenai isu-isu apa dan bagaimana isuisu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya.
Teori utama agenda-setting adalah Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Mereka menuliskan bahwa audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan kepada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut. Misalnya, dalam merefleksikan apa yang dikatakan para kandidat dalam suatu kempanye pemilu, media massa terlihat menentukan mana topik yang penting. Dengan kata lain, media massa menetapkan 'agenda' kampanye tersebut. Kemampuan untuk mempengaruhi perubahan kognitif individu ini merupakan aspek terpenting dari kekuatan komunikasi massa. Dalam hal kampanye, teori ini mengasumsikan bahwa jika para calon pemilih dapat diyakinkan akan pentingnya suatu isu maka mereka akan memilih kandidat atau partai yang diproyeksikan paling berkompeten dalam menangani isu tersebut.
Asumsi agenda-setting ini mempunyai kelebihan karena mudah dipahmi dan relatif mudah untuk diuji. Dasar pemikirannya adalah di antara berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang mendapat perhatian lebih banyak dari media massa akan menjadi lebih karab bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media. Perkiraan ini dapat diuji dengan membandingkan hasil dari analisis isi media secara kuantitatif dengan perubahan pada pendapat umum yang diukur melalui survei pada dua (atau lebih) waktu yang berbeda.

TEORI KULTIVASI

Teori Kultivasi (Cultivation Theory)

Teori Kultivasi memusatkan perhatiannya pada pengaruh media komunikasi, khususnya televisi, terhadap khalayak. Televisi merupakan sarana utama masyarakat untuk belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adapt kebiasaannya.
Teori kultivasi berasumsi bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan. Misalnya, pecandu berat televisi menganggap kemungkinan seseorang untuk menjadi korban kejahatan adalah 1 berbanding 10. Dalam kenyataannya, angkanya adalah 1 berbanding 50. Pecandu berat mengira bahwa 20% dari total penduduk dunia berdiam di Amerika Serikat. Kenyataannya hanya 6%. Pecandu berat percaya bahwa persentase karyawan dalam posisi manajerial atau professional adalah 25%, kenyataannya hanya 5%.
Williams mengomentari hal yang sama, “Orang yang merupakan pecandu berat televisi seringkali mempunyai sikap stereotip tentang peran jenis kelamin, dokter, bandit atau tokoh-tokoh lain yang biasa muncul dalam serial televisi. Dalam dunia mereka, pembantu rumah tangga mungkin digambarkan sebagai wanita yang hidup palimg menderita. Perwira polisi menjalani hari-hari yang menyenangkan. Pejabat-pejabat pemerintahan adalah orang yang munafik.
Tentu saja, tidak semua pecandu berat televisi terkultivasi secara sama. Beberapa lebih mudah dipengaruhi televisi daripada yang lain (Hirsch, 1980). Sebagai contoh, pengaruh ini bergantung bukan saja pada seberapa banyak seseorang menenton televisi melainkan juga pada tingkat pendidikan, penghasilan, dan jenis kelamin pemirsa. Misalnya, pemirsa ringan berpenghasilan rendah melihat kejahatan sebagai masalah yang serius sedangkan pemirsa ringan berpenghasilan tinggi tidak demikian. Wanita pecandu berat melihat kejahatan sebagai masalah yang lebih serius ketimbang pria pecandu berat. Artinya, ada faktor-faktor lain di luar intensitas menonton televisi yang mempengaruhi persepsi kita untuk menerima gambaran dunia yang sebenarnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa televisi adalah media yang paling mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kehidupan.

TEORI OTORITER

Teori Otoriter (Authcritarian Theory)

Teori otoriter yang acapkali disebut pula sistem otoriter berkaitan erat dengan system pengawasan terhadap media massa yang daya pengaruhnya dinilai amat kuat, sehingga pers dijuluki the fourth estate (kekuasaan keempat) dan radio siaran dijuluki the fifth estate (kekuasaan kelima) setelah lembaga legislative,eksekutif, dan yudikatif, masing-masing diakui sebagai kekuasaan pertama, kedua, dan ketiga.
Aplikasi teori ini dimulai pada abad 16 di Inggris, Perancis, dan Spanyol, yang pada zaman berikutnya meluas ke Rusia, Jerman, Jepang, dan Negara-negara lain di Asia dan Amerika Latin.
Menurut Fred S. Siebert, teori otoriter menyatakan bahwa hubungan antara media massa dengan masyarakat ditentukan oleh asumsi-asumsi filsafati yang mendasar tentang manusia dan Negara. Dalam hal ini tercakup : (1) sifat manusia, (2) sifat masyarakat, (3) hubungan antara manusia dengan Negara, dan (4) masalah filsafati yang mendasar, sifat pengetahuan dan sifat kebenaran.
Teori otoriter mengenai fungsi dan tujuan masyarakat menerima dalil-dalil yang menyatakan bahwa pertama-tama seseorang hanya dapat mencapai kemampuan secara penuh jika ia menjadi anggota masyarakat. Sebagai individu lingkup kegiatannya benar-benar terbatas, tetapi sebagai anggota masyarakat kemampuannya untuk mencapai suatu tujuan dapat ditingkatkan tanpa batas. Atas dasar asumsi inilah, kelompok seseorang dapat mencapai tujuannya.
Teori tersebut telah mengembangkan proposisi bahwa negara sebagai organisasi kelompok dalam tingkat paling tinggi telah menggantikan individu dalam hubungannya dengan derajat nilai, karena tanpa negara seseorang tak berdaya untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia beradab. Kebergantungan seseorang pada negara untuk mencapai peradaban telah menjadi unsur utama bagi sistem otoriter.

TEORI PERBEDAAN INDIVIDUAL

Teori Perbedaan Individual (Individual Differences Theory)

Nama teori yang diketengahkan oleh Melvin D. Defleur ini lengkapnya adalah “Individual Differences Theory of Mass Communication Effect”. Jadi teori ini menelaah perbedaan-perbedaan diantara individu-individu sebagai sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu.
Anggapan dasar dari teori ini ialah bahwa manusia amat bervariasi dalam organisasi psikologisnya secara pribadi. Variasi ini sebagian dimulai dari dukungan perbedaan secara biologis. Tetapi ini dikarenakan pengetahuan secara individual yang berbeda. Manusia yang dibesarkan dalam lingkungan yang secara tajam berbeda, menghadapi titik-titik pandangan yang berbeda secara tajam pula. Dari lingkungan yang dipelajarinya itu, mereka menghendaki seperangkat sikap, nilai, dan kepercayaan yang merupakan tatanan psikologisnya masing-masing pribadi yang membedakannya dari yang lain.
Teori perbedaan individual ini mengandung rangsangan-rangsangan khusus yang menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan anggota khalayak. Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi anggota khalayak itu,maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang bervariasi sesuai dengan perbedaan individual itu. Tetapi dengan berpegang tetap pada pengaruh variabel-variabel kepribadian (yakni menganggap khalayak memiliki ciri-ciri kepribadian yang sama) teori tersebut tetap akan memprediksi keseragaman tanggapan terehadap pesan tertentu. (jika variabel antara bersifat seragam).

TEORI MODEL SOSIAL

Teori Model Sosial (Social Modeling Theory)

Dalam berbagai situasi, perilaku manusia sangat dipengaruhi hanya karena suatu kesempatan mengamati tindakan orang lain. Kita dapat meniru atau justru mengambil tindakan yang berbeda sama sekali dari apa yang kita lihat. Eksposure terhadap orang lain dapat mempengaruhi keadaan emosional (emotional state) seseorang. Itulah yang dimaksud proses modelling.
Dari berbagai pengamatan terlihat bahwa laporan berita TV mempengaruhi konsep masyarakat mengenai reality atau kenyataan hidup dan lalu perilaku mereka dilengkapi (supplemented) dengan perasaan bahwa pertunjukan dramatik juga mempunyai efek yang sama.
Tayangan TV sekarang sangat sulit dibedakan antara yang fakta dan fiksi karena mereka menampilkannya dalam format acara yang hampir sama. Tayangan yang sesungguhnya hanya bersifat fiksi telah menjadi sesuatu yang nyata oleh masyarakat banyak. Itulah kekuatan sebuah media massa yang amat mempengaruhi perilaku masyarakat banyak sebagai khalayak.

TEORI PENEGUHAN IMITASI

Teori Peneguhan Imitasi (Reinforcement Imitation Theory)

Miller dan Dollard (1941) memerinci kerangka teori tentang instrumental conditioning dan mengemukakan ada tiga kelas utama perilaku yang sering diberi label ‘imitasi’, yaitu :
1) Same behaviour, yakni dua individu memberi respons masing-masing secara independent, tapi dalam cara yang sama, terhadap stimuli lingkungan yang sama. Sebagai hasilnya sekalipun tindakan mereka itu sepenuhnya terpisah satu sama lain tetapi bisa tampak seakan-akan yang satu meniru yang lainnya. Contoh : orang yang sama-sama naik bus, duduk di tempat yang sama, membayar ongkos yang sama, dan mungkin juga turun di tempat yang sama.
2) Copying, yakni seorang individu berusaha mencocokan prilakunya sedekat mungkin dengan perilaku orang lain. Jadi ia haruslah mampu untuk memberi respons terhadap syarat atau tanda-tanda kesamaan atau perbedaan antara perilakunya sendiri dengan penampilan orang yang menjadi model. Contoh : seorang musisi yang berusaha menyamakan diri dengan pengajarnya.
3) Matched-dependent behavior. Seorang individu (pengamat atau pengikut) belajar untuk menyamai tindakan orang lain (model atau si pemimpin) karena ia mendapat imbalan dari perilaku tiruannya itu. Jadi dalam matched-dependent behavior, si pengikut mempunyai kecenderumgan kuat untuk meniru tindakan si model melalui proses instrumental conditioning.
Bandura (1969) mengidentifikasikan efek-efek yang ditimbulkan oleh eksposure terhadap perilaku dan hasil perbuatan (outcomes) orang lain, adalah :
1) Inhibitory and Disinhibitory Effects (Efek malu dan tidak memalukan)
Efek inhibitory merupakan efek yang dikerjakan orang lain yang menyebabkan perilaku tertentu menjadi malu atau menahan diri untuk melakukan atau mengulangi perbuatan yang sama. Sedangkan efek disinhibitory merupakan efek yang menyebabkan orang lain tidak malu untuk melakukan perbuatan yang dilihatnya.
2) Response facilitating effects. Bahwa kesempatan untuk melihat (eksposure) kepada tindakan orang lain dapat berfungsi memudahkan (facilitate) penampilan bermacam perilaku yang menurut biasanya tidak dilarang.
3) Observational Leraning. Bila seseorang yang melihat (observer) dikenai (exposured) perilaku dari suatu model sosial, maka dapat terjadi efek ini. Dalam arti yang lebih spesifik, observer tadi dapat memperoleh bentuk perilaku baru semata-mata dengan melihat atau mengamati tindakan model tanpa secara terbuka menunjukan respons di hadapan model yang ditirunya.
Observational learning ditentukan oleh empat proses pengamatan (observasional) yang khas tapi saling berkaitan, yaitu :
1. Attention
2. Retention
3. Motoric Reproduction
4. Faktor Insentif atau motivasional
Tingkat perhatian seorang observer dipengaruhi oleh faktor-faktor :
A. Karakteristik model yang bersangkutan, seperti :
- Daya Tarik (attractiveness)
- Kompetensi (competence)
- Status
- Kekuasaan Sosial (Social Power)
B. Karakteristik si observer sendiri, seperti
- Self Esteem
- Status sosioekonomi

TEORI PEMBELAJARAN SOSIAL

Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory)

Banyak hal dalam kehidupan yang diperoleh dari berinteraksi sosial di tengah masyarakat. Seseorang yang awam tentang komputer menjadi ahli dalam merakit komputer karena semasa kuliah ia berada satu kost dengan ahli-ahli komputer. Umumnya, orang membiarkan diri atau sengaja berbuat sesuatu bila hal itu dirasakan dapat menghasilkan suatu imbalan (reward) bagi dirinya. Pengertian imbalan disini tidak semata-mata berarti materi. Imbalan yang bukan berbentuk selain materi pun, seperti rasa puas, rasa senang, dan lain-lain, membuat orang berminat untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan termasuk proses belajar untuk melakukan pekerjaan tersebut. Dengan demikian orang sebenarnya menjalani apa yang disebut belajar melalui proses sosial (social learning).
Michael (1971) menjelaskan bahwa teori perilaku memberi peran yang penting bagi penegasan (reinforcement) dan imbalan (reward) dalam belajar. Pentingnya peran tersebut dapat dipahami karena dua alasan, yaitu:
• Reinforcement dan perangsang (insentif) telah ditunjukan berulang sebagai pengaruh yang kuat dalam belajar dan dalam pilihan perilaku pada banyak situasi. Contoh : Para ekonom sudah lama mengakui bahwa keuntungan merupakan faktor penentu penting bagi keputusan-keputusan bisnis dan financial
• Pada umumnya penelitian tentang belajar lebih banyak mengkaji hewan daripada mengkaji manusia. Dan hewan dianggap memiliki dorongan yang bersifat langsung atas direct reinforcement dan dipandang sebagai suatu mekanisme balajar yang utama.
Social Learning melalui observasi. Perkembangan teoritis yang lain menekankan social learning melalui pengamatan (observasi). Observational Learning menunjuk kepada proses belajar tanpa imbalan atau tekanan langsung. Orang belajar dengan mengamati orang lain dan kejadian dan tidak semata-mata dari konsekuensi langsung dari apa yang mereka perbuat sendiri. Apa yang kita ketahui dan bagaimana kita berperilaku tergantung pada apa yang kita lihat dan kita dengar, dan bukan Cuma pada apa yabg kita dapatkan. Melalui observasi, orang belajar mengenai lingkungan dan perilaku orang lain. Si pengamat dapat mempelajari respons yang sepenuhnya baru, hanya dengan mengamati perilaku baru yang diperlihatkan oleh pihak lain. Perolehan pola respons yang sepenuhnya baru itu melalui proses-proses observasional secara khusus dibuktikan dalam belajar bahasa.
Kompleksitas Social Learning. Teori-teori perilaku sosial yang paling kontemporer mengakui bahwa orang dapat membangkitkan pola-pola perilaku dalam cara-cara yang kompleks. Mereka tidak begitu saja dan secara otomatis memberikan respons seperti apa yang telah dikondisikan dalam kaitan dengan stimuli yang diberikan. Juga disepakati bahwa bagaimana seseorang individu menafsirkan dan mempersepsikan rangsangan dari dalam dirinya dan dari luar mempengaruhi bagaimana ia akhirnya bereaksi kepada rangsangan-rangsangan tersebut.
Tidak seorang pun individu yang melakukan seluruh hal yang telah dipelajarinya dan yang dapat dilakukannya. Jelas terdapat perbedaan antara apa yang telah dipelajari atau diketahui seseorang dengan apa yang sesungguhnyadilakukan pada situasi tertentu. Misalnya, kebanyakan orang dewasa tahu cara berkelahi, tapi tidak semua memiliki keterampilan yang sama dalam berkelahi. Terdapat perbedaan yang besar antara apa yang sanggup dilakukan seseorang dalam situasi tertentu dan apa yang sesungguhnya dilakukannya. Karena itu ada gunanya untuk membedakan antara learning atau perolehan perilaku dan pelaksanaanya.
Learning atau perolehan respons-respons yang baru diatur oleh proses-proses panca indera dan pengetahuan. Perolehan itu dapat dimudahkan dengan adanya insentif dan pengokohan tetapi tidak bergantung secara keseluruhan. Jadi apa yang dapat dilakukan oleh seseorang tergantung pada apa yang diketahuinya dan pada keterampilan, informasi, peraturan dan pola-pola respons yang dipelajarinya atau diperolehnya. Perilaku yang dipelajari ini mungkin diperoleh melalui proses-proses observasi dan kognitif dan bukan cuma melalui pengkondisian dan reinforcement langsung. Seseorang mungkin tidak melakukan perilaku tertentu karena ia tidak pernah mempelajari sebelumnya. Pada pihak lain, pola respons mungkin tersedia baginya, tapi tidak dikarenakan oleh kondisi-kondisi stimulus dan tekanan tertentu.
Efek mengamati hasil perilaku orang lain. Ketika seseorang mengamati bahwa orang lain (model) mendapatkan konsekuensi yang positif untuk suatu pola respons, ia cenderung untuk berbuat lebih siap dengan cara-cara yang sama. Misalnya bila seorang anak melihat anak lain menerima dorongan dan pujian untuk suatu keagresifan dalam suatu permainan, maka kecenderungannya sendiri untuk bertindak agresif pada situasi yang sama akan meningkat. Sebaliknya ketika model sosial dihukum untuk perilaku mereka, yang melihatnya cenderung menjadi lebih malu untuk mempertunjukan perilaku yang sama.

TEORI IDENTIFIKASI

Teori Identifikasi (Identification Theory)

Seseorang terkadang ingin menyerupai orang lain yang diidolakannya. Ia lalu bermaksud berusaha menyamai idolanya itu, dalam tingkah laku ataupun dalam penampilannya, sehingga ia tampak identik dengan sang idola. Dalam hubungan ini, teori identifikasi menjadi suatu penjelasan teoritis yang disukai untuk menjelaskan misalnya, bagaimana seseorang berperilaku dan berpenampilan mirip dengan Michael Jackson. Ia kemudian mengembangkan atribut-atribut yang luas dan pola perilaku yang secara umum mirip dengan idolanya dan model-model sosial lain yang bermakna dalam hidup mereka.
Konsep identifikasi memiliki tiga pengertian yang khas, yakni :
• Menurut analisis Bronfenbrenner (1960), identifikasi menunjuk kepada perilaku ketika seseorang bertindak atau merasa seperti orang lain (yang disebut “model”). Kemiripan perilaku diantara dua orang bukan berarti bahwa ia telah identik dengan orang lain. Seorang anak misalnya yang identik dengan ayahnya, ketika ayahnya sedang merasa senang, dan si anak merasa senang pada waktu yang bersamaan. Keduanya independen satu sama lain dan berdasarkan alasan yang sepenuhnya amat berbeda. Si ayah senang karena pangkatnya naik, sedangkan si anak senang karena ia mendapat pacar baru. Hal itu memperlihatkan bahwa kemiripan seseorang dengan orang lain bukan membuat ia menjadi orang lain.
• Identifikasi juga berarti suatu motif dalam bentuk suatu keinginan umum untuk berbuat atau menjadi seperti orang lain. Seseorang harus memiliki motif untuk menyamai atau menyerupai model. Besar sekali kemungkinan bahwa kebanyakan anak memiliki motif yang kuat untuk menyamai atau menyerupai orang tuanya.
• Identifikasi mengacu kepada proses atau mekanisme melalui mana anak-anak menyamai suatu model dan menjadikan diri seperti model itu. Dengan teori ini dapat dipahami bahwa bagaimana seorang anak membiasakan standar-standar orang tua dan sosial untuk diidentifikasi perilakunya sesuai dengan jenis kelamin dan tindakan moral yang tepat, dan bagaimana mereka menjadikan atribut dan karakter orangtuanya menjadi bagian dari diri mereka, khususnya yang sama jenis kelaminnya. Anak laki-laki mengidentifikasikan diri dengan ayahnya sementara anak perempuan dengan ibunya.
Walaupun identifikasi melibatkan peniruan terhadap suatu model (misalnya seorang pemuda berpenampilan mirip Damon Albarn), namun istilah identifikasi dan peniruan (imitasi) tidaklah sinonim. Suatu proses peniruan semata-mata menyangkut tidak lebih sekedar emulasi dari perilaku tertentu dari suatu model. Sedangkan identifikasi merupakan proses yang jauh lebih kompleks, hingga tingkat yang bermacam-macam, membuat seseorang seolah-olah dia adalah orang lain, yaitu tokoh yang dijadikannya model itu.
Bagi anak-anak dan remaja, dua motivasi penting yang mendorong mereka untuk mengidentifikasikan diri adalah :
1. Keinginan untuk memiliki kekuasaan (a desire for power) dan penguasaan terhadap lingkungan (mastery over the environtment) dan,
2. Kebutuhan akan asuhan dan perhatian (affection)
Konsep identifikasi ini membantu kita untuk memahami tentang mengapa anggota masyarakat berusaha menerupai tokoh-tokoh ideal yang mereka temukan melalui sajian media massa. Begitu banyak orang yang menjadikan bintang film, artis sinetron, musisi, atau pribadi menarik lainnya sebagai idola mereka, sehingga mereka berusaha menyamai gerak-gerik, penampilan dan tingkah laku idolanya tersebut. Khalayak yang seperti ini akan berpakaian, memilih mode, berdandan dan berbicara seperto tokoh yang diidentifikasikannya.

TEORI PENIRUAN ATAU IMITASI

Teori Peniruan atau Imitasi (Imitation Theory)

Media massa dapat menimbulkan efek peniruan atau imitasi, khususnya yang menyangkut delinkuesi dan kejahatan, bertolak dari besarnya kemungkinan atau potensi pada tiap anggota masyarakat untuk meniru apa-apa yang ia peroleh dari media massa. Kemudahan isi media massa untuk dipahami memungkinkan khalayak untuk mengetahui isi media massa dan kemudian dipengaruhi oleh isi media tersebut.
Perilaku khalayak jelas amat dipengaruhi oleh media massa, hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya isi media massa dapat memberikan dua pengaruh pada khalayak. Isi media massa yang disukai khalayak cenderung akan ditiru oleh masyarakat, sebaliknya bila isi media massa itu tidak disukai khalayak, maka khalayak pun akan cenderung untuk menghindarinya. Sebagai contoh tayangan kriminal di televisi. Masyarakat yang tidak menyukai tindak kriminal tentu akan menghindari perilaku yang ditayangkan di televisi seperti membunuh, memperkosa, mencuri dan sebagainya. Tetapi lain dengan masyarakat yang berdarah kriminal alias penjahat. Mereka tentu akan meniru isi media massa tersebut dan bahkan “memperbaharui” tindak kejahatan tersebut agar tidak tertangkap polisi. Bukankah itu suatu kemungkinan yang amat mungkin terjadi pada manusia dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial.
Pernyataan diatas menimbulkan pertanyaan apakah kekerasan di televisi menyebabkan perilaku kekerasan pada khalayak atau tidak. Situasi ini memang kompleks karena terdapatnya kepentingan yang bertentangan yang menyebabkan metode, hasil dan interprestasi yang juga saling bertentangan. Kalangan pendidik umumnya berpendapat bahwa isi yang negatif pada media massa akan berdampak negatif pula pada khalayak. Sedangkan pihak media cenderung untuk bertahan dan menyatakan bahwa apa-apa yang mereka siarkan itu tidak berbahaya bagi masyarakat. Mereka bahkan berpendapat bahwa dengan menyaksikan kekerasan di televisi, kita dapat mensublimasikan tekanan (tension) dan frustasi yang dialami, jadi mengurangi kemungkinan untuk melakukan tindakan agresif atau kekerasan. Jadi khalayak yang melihat kekerasan di televisi pun akan mencoba menghindari tindakan kekerasan tersebut pada kehidupan sehari-harinya. Usaha-usaha untuk mengkaji perilaku meniru secara umum dikaitkan dengan adanya dorongan pembawaan (innate urges) atau kecenderungan yang dimiliki oleh setiap manusia. Menurut pandanga umum ini, manusia cenderung untuk meniru perbuatan orang lain semata-mata karena hal itu merupakan bagian dari sifat biologis (part of biological “nature”) mereka untuk melakukan hal tersebut.
Seorang sosiolog bernama Gabriel Tarde (1903) berpendapat bahwa semua orang memiliki kecenderungan yang kuat untuk menandingi (menyamai atau bahkan melebihi) tindakan orang disekitarnya. Ia berpendapat bahwa mustahil bagi dua individu yang berinteraksi dalam waktu yang cukup panjang untuk tidak menunjukan peningkatan dalam peniruan perilaku secara timbal balik. Ia juga memandang imitasi memainkan perana yang sentral dalam tranmisi kebudayaan dan pengetahuan dari suatu generasi ke generasi selanjutnya. Dengan pengamatannya tersebut, Tarde sampai pada pernyataanya yang mengatakan bahwa “society is imitation…”. Pernyataan ini didukung oleh Mc Dougal (1908), pengarang buku teks psikologi yang pertama.
Pandangan Tarde tersebut banyak dikritik belakangan ini kerena kecenderungan manusia meniru orang lain sebagai suatu bawaan sejak lahir tidaj cocok dengan kenyataan, karena seringkali pengamatan terhadap orang lain justru membuat kita menghindari untuk meniru perilaku tersebut. Pandangan ini menganggap bahwa pernyataan Tarde tidak dipertegas dengan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya peniruan, cara seseorang dalam memilih model tertentu yang akan ditirunya, ataupun jenis perilaku yang akan disamainya itu.
Hal tersebut membuat teori yang dikemukakan Tarde ditinggalkan secara perlahan-lahan di lingkungan psikologi dan digantikan oleh teori yang berpendapat bahwa kecenderungan untuk meniru orang lain adalah sesuatu yang dipelajari (learned), atau diperoleh melalui suatu proses pengkondisian agar orang melakukan peniruan terhadap perilaku tertentu.
Kelemahan terbesar dari teori yang mengatakan bahwa tayangan kekerasan di televisi menimbulkan kekerasan adalah bahwa teori ini diperolah dari studi-studi laboratory yang bersifat eksperimen. Jadi studi ini tidak berdasarkan studi yang dipelajari dari kehidupan nyata. Aliran ini dipimpin oleh Seymour Feshbach dan kawan-kawan (1971) yang menyatakan bahwa daripada memicu perilaku kekerasan, menonton perilaku kekerasan di televisi justru memberikan efek katarsis bagi khalayak. Menurut mereka, dengan menonton kekerasan pada televisi, kita justru menjadi frustasi dan itu mengurangi dan memperkecil kemungkinan kepada khalayak untuk meniru kekerasan yang ditampilkan oleh televisi atau media lainnya.

ANALISIS PROSES INTERKASI (BALES)

Bales: Analisis Proses Interaksi

Analisis proses interaksi Bales adalah sistem keseimbangan (equilibrium). Semua unsur-unsur berada dalam keadaan seimbang. Terdapat jumlah yang sama kategori tigas dan kategori sosio-emosional, dan dua kategori tersebut dibagi sama dalam unsur positif dan unsur negatifnya. Selain itu penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang terlibat dalam kegiatan komunikasi yang berkaitan dengan tugas selama satu tahapan sidang, cenderung “mempertahankan keseimbangan mereka”. Hal ini dilakukan dengan cara meluangkan waktu yang lebih lama pada kegiatan sosio-emosional dalam tahapan sidang berikut, dan begitu juga sebaliknya.

SISTEM INTERNAL DAN EKSTERNAL (HOMANS)

Homans: Sistem Internal dan Eksternal

Menurut Homans, ada tiga unsur dalam struktur kelompok kecil, yaitu: kegiatan, interaksi, dan perasaan. Kegiatan, terdiri dari tindakan anggota kelompok yang berhubungan dengan tugas kelompok. Dalam melakukan tindakan tersebut, mereka terlibat dalam suatu interaksi, yaitu mereka memperlihatkan saling ketergantungan dan saling menanggapi dalalm bertingkah laku. Perasaan di sini sama dengan konsep Heider tentang suka dan tidak suka (like and dislike) yang terdiri dari perasaan-perasaan negatif dan positif yang dirasakan anggota kelompok terhdap anggota lain.
Meskipun Homans menempatkan interaksi sebagai unsur penting dalam sistemnya, dia tidak menjelaskan unsur tersebut secara sistematis. Sebaliknya, karya Bales yang menitikberatkan perhatiannya pada analisis proses-proses interaksi hampir seluruhnya terdiri dari analisis tentang interaksi kelompok.

TEORI SOSIOMETRIS (MORENO)

Teori Sosiometris dari Moreno

Sosiometris dapat diartikan sebagai pendekatan metodologis terhadap kelompok-kelpmpok yang diciptakan mula-mula oleh Moreno dan kemudian dikembangkan oleh Jennings dan oleh yang lainnya. Pada dasarnya teori ini berhubungan dengan “daya tarik” (attraction) dan “penolakan”(repulsions) yang dirasakan oleh individu-individu terhadap satu sama lain serta implikasi perasaan-perasaan ini bagi pembentukan dan struktur kelompok.
Meskipun sosiometris tidak langsung berkepentingan dengan komunikasi, struktur sosiometris dari suatu kelompok tidak dapat disangkal berhubungan dengan beberapa hal yang terjadi dalam komunikasi kelompok. Cukup masuk akal untuk menganggap bahwa individu yang merasa tertarik satu sama lain dan yang saling menempatkan diri pada peringkat yang tinggi akan lebih suka berkomunikasi sedemikian rupa sehingga membedakan mereka dari berkomunikasi anggota-anggota kelompok yang saling membenci.

TEORI PERTUKARAN SOSIAL (THIBAUT DAN KELLEY)

Teori Pertukaran Sosial dari Thibaut dan Kelley

Dalam buku mereka yang berjudul The Social Psychology of Groups, Thibaut and Kelley memusatkan perhatiannya pada kelompok yang terdiri dari dua orang anggota atau diad. Mereka merasa yakin bahwa usaha memahami tingkah laku yang kompleks dari kelompok-kelompok besar mungkin dapat diperoleh dengan cara menggali pola hubungan diadis (2orang). Meskipun pola penjelasan tingkah laku mereka tentang diadis bukan sekedar suatu pembahasan tentang proses komunikasi dalam kelompok dua-anggota, beberapa rumusan mereka mempunyai relevansi langsung tentang komunikasi kelompok.
Model Thibaut dan Kelley mendukung asumsi-asumsi yang dibuat oleh Homans dalam teorinya tentang proses pertukaran sosial, khususnya bahwa interaksi sosial manusia mencakup pertukaran barang dan jasa, serta bahwa tanggapan-tanggapan individu-individu yang muncul melalui interaksi di antara mereka mencakup baik imbalan (rewards) maupun pengeluaran (cost). Apabila imbalan tidak cukup, atau bila pengeluaran melebihi imbalan, interaksi akan terhenti atau individu yang terlibat di dalamnya akan merubah tingkah laku mereka dengan tujuan mencapai apa yang mereka cari.

TEORI FISHTINGER TENTANG PROSES PERBADINGAN SOSIAL

Teori Festinger tentang Proses Perbandingan Sosial

Leon Festinger membedakan antara kenyataan fisik dengan kenyataan sosial. Apabila pendapat, sikap, dan keyakinan kita dapat diukur secara fisik – mungkin dengan menimbang sesuatu atau mengukur panjang lebar atau tinggi – itu berarti kita berhubungan dengan kenyataan fisik, sehingga mungkin kita tidak perlu lagi saling berkomunikasi. Akan tetapi bila pendapat, sikap, serta keyakinan kita tidak didasarkan pada kejadian yang mudah diukur, dan dan kalau dapat ditemukan bukti-bukti yang mendukung atau mungkin membantah pendapat, sikap serta keyakinan tersebut, maka kita berhadapan dengan kenyataan sosial, dan ini dapat diukur secara baik dengan berkomunikasi dengan orang orang lain yang kita anggap penting bagi kita.jadi komunikasi kelompok acapkali timbul karena adanya kebutuhan individu-individu untuk membandingkan pendapat, sikap, keyakinan, dan kemampuan mereka sendiri dengan orang lain.
Menurut pendapat Festinger, dorongan yang kita rasakan untuk berkomunikasi tentang suatu kejadian dengan anggota lain dalam kelompok akan meningkat bila kita menyadari bahwa kita tidak setuju dengan suatu kejadian, apabila kejadian itu makin menjadi penting, dan apabila sifat ketertarikan kelompok juga meningkat.

SISTEM A - B - X (NEWCOMB)

Sistem A-B-X dari Newcomb

Sistem A-B-X dari Newcomb memperluas teori hubungan intrpribadi Heider sampai kepada interaksi yang terjadi di antara anggota dari kelompok yang hanya terdiri dari dua orang anggota. Model dari Newcomb melibatkan tiga unsur, yaitu A dan B yang mewakili dua orang individu yang berinteraksi, dan X sebagai objek pembicaraan (komunikasi). Menurut Newcomb tingkah laku komunikasi terbuka antara A dan B, dapat diterangkan melalui kebutuhan mereka untuk mencapai keseimbangan atau keadaan simetris antara satu sama lain dan juga terhadap X.
Teori dari Newcomb dapat membantu ahlikomunikasi kelompok dalam menjelaskan dan memperkirakan tingkah laku kelompok-kelompok yang beranggotakan 2 orang. Pada tingkat antarpribadi, teori menjelaskan beberapa motivasi dan tekanan yang akan menimbulkan beberapa tindakan komuniaksi. Teori ini juga menguraikan dan menjelaskan kegiatan itu sendiri.

TEORI KESEIMBANGAN (HEIDER)

Teori Keseimbangan dari Heider

Ruang lingkup teori keseimbangan (balance theory) dari Heider adalah mengenai hubungan-hubungan antarpribadi. Teori ini berusaha menerangkan bagaimana individu-individu sebagai bagian dari struktur sosial (misalnya sebagai suatu kelompok) cenderung untuk menjalin hubungan satu sama lain.
Teori Heider memusatkan perhatiannya pada hubungan intra-pribadi (intrapersonal) yang berfungsi sebagai “daya tarik”, yaitu semua keadaan kognitif yang berhubungan dengan perasaan suka dan tidak suka terhadap individu-individu dan objek-objek lain.
Teori Heider merupakan penjelasan yang sangat menarik tentang gejala-gejala kelompok dan menyediakan bagi para sarjana komunikasi beberapa cara yang bermanfaat untuk melihat kelompok yang mempunyai hubungan dengan kejadian-kejadian intra-pribadi yang berkaitan dengan dimensi-dimensi struktural dari perasaan suka. Teori ini mungkin juga bermanfaat untuk menerangkan beberapa kehadiran komunikasi terbuka di dalam kelompok, walau tidak secara langsung berhubungan dengan tingkah laku pesan.

TEORI SOSIOMETRIK

Teori Sosiometrik (Sociometric Theory)

Sosiometri merupakan sebuah konsepsi psikologis yang mengacu pada suatu pendekatan metodologis dan teoritis terhadap kelompok. Asumsi yang dimunculkan adalah bahwa individu-individu dalam kelompok yang merasa tertarik satu sama lain, akan lebih banyak melakukan tindak komunikasi, sebaliknya individu-individu yang saling menolak, hanya sedikit atau kurang melaksanakan tindak komunikasi.
Tataran atraksi atau ketertarikan dan penolakan (repulsion) dapat diukur melalui alat tes sosiometri, di mana setiap anggota ditanyakan untuk memberi jenjang atau ranking terhadap anggota-anggota lainnya dalam kerangka ketertarikan antarpribadi (interpersonal attractiveness) dan keefektifan tugas (task effectiveness). Dengan menganalisis struktur kelompok yang padu dan produktif yang mungkin terjadi. (Sendjaja, 1994: 111-114)

TEORI PERTUKARAN SOSIAL

Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)

Teori pertukaran sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang dapat mencapai suatu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan mengkaji hubungan di antara dua orang (dyadic relationship). Suatu kelompok dipertimbangkan untuk menjadi sebuah kumpulan dari hubungan antara dua partisipan tersebut.
Perumusan tersebut mengasumsikan bahwa interaksi manusia melibatkan pertukaran barang dan jasa, dan bahwa biaya (cost) dan imbalan (reward) dipahami dalam situasi yang akan disajikan untuk mendapatkan respons dari individu-individu selama berinteraksi sosial. Jika imbalan dirasakan tidak cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi kelompok kan diakhiri, atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka untuk melindungi imbalan apapun yang mereka cari.
Pendekatan pertukaran sosial ini penting karena berusaha menjelaskan fenomena kelompok dalam lingkup konsep-konsep ekonomi dan perilaku mengenai biaya dan imbalan.

TEORI PERCAKAPAN KELOMPOK

Teori Percakapan Kelompok (Group Achievement Theory)

Teori percakapan kelompok sangat berkaitan erat dengan produktivitas kelompok atau upaya-upaya untuk mencapainya melalui pemeriksaan masukan dari anggota (member inputs), variabel-variabel yang perantara (mediating variables), dan keluaran dari kelompok (group output).
Masukan atau input yang berasal dari anggota kelompok dapat diidentifikasikan sebagai perilaku, interaksi dan harapan-harapan (expectations) yang bersifat individual. Sedangkan variabel-variabel perantara merujuk pada struktur formal dan struktur peran dari kelompok sperti status, norma, dan tujuan-tujuan kelompok. Yang dimaksud dengan keluaran atau output kelompok adalah pencapaian atau prestasi dari tugas atau tujuan kelompok.
Produktivitas dari suatu kelompok dapat dijelaskan melalui konsekuensi perilaku, interaksi dan harapan-harapan melalui struktur kelompok. Perilaku, interaksi, dan harapan-harapan (input variables) mengarah pada struktur formal struktur formal dan striktur peran (mediating variables) yang sebaliknya variabel ini mengarah pada produktivitas, semangat, dan keterpaduan (group echievement).

TEORI KEPRIBADIAN KELOMPOK

Teori Kepribadian Kelompok (Group Syntality Theory)

Teori kepribadian kelompok merupakan studi mengenai interaksi kelompok pada basis dimensi kelompok dan dinamika kepribadian. Dimensi kelompok merujuk pada ciri-ciri populasi atau karakteristik individu seperti umur, kecendikiawanan (intelligence); sementara ciri-ciri kepribadian atau efek yang memungkinkan kelompok bertindak sebagai satu keseluruhan, merujuk pada peran-peran spesifik, klik, dan posisi status. Dinamika kepribadian diukur oleh apa yang disebut dengan synergy, yaitu tingkat atau derajat energi dari setiap individu yang dibawa dalam kelompok untuk digunakan dalam melaksanakan tujuan-tujuan kelompok . Banyak dari synergy atau energi kelompok yang harus dicurahkan ke arah pemeliharaan keselarasan dan keterpaduan kelompok.
Konsep kunci dari teori ini adalah synergy. Synergy kelompok adalah jumlah input energi dari anggota kelompok. Selain synergy kelompok, kita mengenal pula ‘effective synergy’, yaitu energi kelompok yang tersisa setelah dikurangi energi intrinsik atau synergy pemeliharaan kelompok. Energi intrinsik dapat menjadi produktif, sejauh energi tersebut dapat membawa ke arah keterpaduan kelompok, namun nergi intrinsik tidak dapat memberikan kontribusi langsung untuk penyelesaian tugas.
Synergy suatu kelompok dihasilkan dari sikap anggotanya terhadap kelompok. Sampai batas mana para anggota memiliki sikap yang berbeda terhadap kelompok dan kegiatannya, maka yang muncul kemudian adalah konflik, sehingga akan meningkatkan proporsi energi yang dibutuhkan untuk memelihara atau mempertahankan kelangsungan kelompok. Jadi, jika individu-individu semakin memiliki kesamaan sikap, maka akan semakin berkurang pula kebutuhan akan energi intrinsik, sehingga effective synergy menjadi semakin besar.

TEORI PERBANDINGAN SOSIAL

Teori Perbandingan Sosial (Social Comparison Theory)

Tindak komunikasi dalam kelompok berlangsung karena adanya kebutuhan-kebutuhan dari individu untuk membandingkan sikap, pendapat, dan kemampuannya dengan individu-individu lainnya.
Dalam teori perbandingan sosial ini, tekanan seseorang untuk berkomunikasi dengan anggota kelompok lainnya akan mengalami peningkatan, jika muncul ketidaksetujuan yang berkaitan dengan suatu kejadian atau peristiwa; kalau tingkat pentingnya peristiwa tersebut meningkat dan apabila hubungan dalam kelompok (group cohesiveness) juga menunjukkan peningkatan. Selain itu, setelah keputusan kelompok dibuat, para anggota kelompok akan saling berkomunikasi untuk mendapatkan informasi yang mendukung atau membuat individu-individu dalam kelompok lebih merasa senang dengan keputusan yang dibuat tersebut. Teori perbandingan sosial ini diupayakan untuk dapat menjelaskan bagaimana tindak komunikasi dari para anggota kelompok mengalami peningkatan atau penurunan.

AD-HOKRASI DAN TEORI BUCK ROGERS

Ad-hokrasi dan Teori Buck Rogers

Menurut Bennis (1966), struktur sosial birokrasi baru akan bersifat temporer. Organisasi akan terdiri dan satuan-satuan tugas (task forces) yang diciptakan guna mengatasi suatu problem khusus. Manajer di suatu organisasi yang strukturnya terus-menerus berubah, menjadi seorang koordinator, seorang penghubung antara berbagai kelompok proyek. Keterampilan berinteraksi dan komunikasi manusia akan sangat berharga, karena sebagian dan tugas-tugas utama akan berkenaan dengan bagaimana meneruskan informasi dan menjembatani pengertian serta perbedaan antara kelompok-kelompok. Bennis berpendapat bahwa orang-orang akan “hans
belajar mengembangkan hubungan yang cepat dan intens dalam pekerjaan, dan belajar menanggung keffiiangan hubungan ketja yang lebih kekal”.
Toffler meringkaskan ciri-ciri birokrasi baru yang disebut ad-hokrasi (ad-hocracy), sebagai bergerak cepat, kaya dengan informasi, sangat aktif, selalu berubah, terisi dengan unit-unit bersifat sementara dan individu-individu yang selalu bergerak. Dalam ad-hokrasi, bukanlah organisasi yang menarik komitmen pegawai, melainkan pekerjaan, problem yang harus dipecahkan, dan tugas yang harus dilakukan. Bahkan loyalitas yang bersifat profesional menjadi berjangka pendek, karena para spesialis memperoleh imbalan mereka dan kepuasan intrinsik dengan melakukan tugas berat dengan baik. Mereka setia kepada standar mereka, tidak kepada atasan mereka; kepada problem mereka, tidak kepada pekerjaan mereka. Para ad-hokrat menggunakan keahlian dan bakat mereka untuk memecahkan masalah dalam kelompok dan lingkungan temporer dalam organisasi, sejauh masalahnya menarik minat mereka.
Toffler mencatat bahwa gelar-gelar jabatan dalam beberapa ad-hokrasi didahului dengan sebutan associate. Sebutan itu memberi kesan kesederajatan yang merupakan ciri khas organisasi baru, associate berarti teman sejawat, bukan bawahan dalam organisasi. Pemakaian istilah tersebut mencerminkan pergeseran dari hierarki vertikal ke pola-pola komunikasi lateral (ke samping). Di sebuah perusahaan konsultasi dan pelatihan, kami menggunakan sebutan Organizational Associates yang menunjukkan bahwa para kolega mempunyai hak yang sama dalam memecahkan masalah-masalah organisasi. Staf profesional yang terdiri dan para associate itu berorientasi ke tugas-tugas mereka, memperoleh kepuasan dan pengharapan menangani masalah di manapun masalah itu teijadi.
Toffler melihat bahwa “Ad-hokrasi menambah adaptabilitas organisasi; tetapi ia menekan adaptabilitas manusia”. Setiap perubahan hubungan dalam organisasi membawa serta kerugian dalam penyesuaian pribadi, hubungan yang penting, dan kepuasan. Ketegangan sosial, ketegangan psikologis, dan usaha individu untuk mengatasi masaiah semakin bertambah banyak karena perubahan yang cepat, kondisi kerja yang temporer, dan kurangnya komitmen kepada organisasi. Perubahan yang konstan dalam hubungan organisasi menjadi beban yang berat bagi orang-orang untuk melakukan penyesuaian diri.Terburu-buru, kita didorong oleh pekerjaan kita ke dalam organisasi masa depan Buck Rogers.
Bagi sebagian orang, masa depan itu mungkin tiba terlalu dini. Bagi kebanyakan orang, masa depan itu adalah sekarang. Misalnya, pada tahun 1965 Stewart memberikan pedoman untuk “menjalankan manajemen preoyek”. Organisasi proyek merupakan padanan terdekat yang saat ini kita miliki untuk ad-hokrasi. Bahkan dewasa ini kepustakaan teori organisasi penuh dengan uraian-uraian seperti: pola-pola organisasi matriks, organisasi proyek intermiks, organisasi proyek agregat, organisasi proyek individu dan staf, dan organisasi bentuk bebas. Teori Buck Rogers yang lazim dan kontemporer mengenai organisasi adalah organisasi matriks. Organisasi ini adalah suatu organisasi proyek yang berlapiskan organisasi fungsional yang lebih tradisional. Kepala-kepala bagian fungsional membawahi proyek-proyek yang merupakan kerja sama antara manajer-manajer fungsional dan proyek yang memang cocok. Banyak orang berkesimpulan, sesuai dengan spekulasi Toffler, bahwa organisasi matriks memperkecil loyalitas dan identifikasi kepada organisasi. Meskipun demikian, Luthans (1973) menyebutkan “bahwa banyak organisasi modern yang sedang menghadapi kerumitan teknis dan struktural tidak mempunyai pilihan melainkan terus bergerak menuju penataan organisasi yang demikian.
Naisbitt dan Aburdene (1985) berpendapat bahwa korporasi harus ditemukan kembali untuk memenuhi tuntutan masyarakat informasi baru. Mereka menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan seperti Scandinavian Airlines Systems, WL. Gore & Associats, Inc., dan New Hope Communication secara radikal telah melakukan restrukturisasi atas bagan-bagan organisasi mereka. Perusahaan-perusahaan inovatif ini menunjukkan usaha-usaha untuk menciptakan korporasi masa depan.
Pacanowsky menyarankan bahwa Gore, Inc., mengembangkan suatu “budaya pemberdayaan” (empowering culture) lewat enam aturan berikut:
1. Distribusikan kekuasaan dan peluang secara luas.
2. Pelihara suatu sistem komunikasi yang penuh, terbuka, dan terdesentralisasikan.
3. Gunakan metode pemecahan masalah integratif.
4. Praktikkan tantangan dalam suatu lingkungan yang berlandaskan kepercayaan.
5. Berilah ganjaran kepada dan hargailah orang-orang untuk mendorong etika kineija yang tinggi dan tanggung jawab din.
6. Bersikaplah bijaksana dengan hidup melalui dan belajar dan ambiguitas organisasi, inkonsistensi, kontradiksi, dan paradoks.
Organisasi matriks, organisasi kisi-kisi, organisasi proyek, dan organisasi ad-hokrasi adalah organisasi-organisasi komunikasi saat ini dan masa depan. Dalam keadaan demikian, studi komunikasi adalah studi organisasi. Manajemen dalam konfigurasi matriks dan kisi-kisi adalah praktik komunikasi organisasi. Praktik-praktik organisasi masa kini menegaskan prediksi teoretis terdahulu; fungsi pertama seorang eksekutif, memang, adalah menciptakan dan memelihara suatu sistem komunikasi. Komunikasi sistem adalah organisasi. Komunikasi organisasi adalah teori Buck Rogers mengenai organisasi.

TEORI SISTEM SOSIAL KATZ DAN KHAN

Teori Sistem Sosial Katz dan Kahn

Teori-teori klasik dan perilaku sering merujuk kepada komunikasi terutama dalam kaitannya dengan bentuk-bentuk kegiatan komunikasi alih-alih sebagai suatu proses penghubung (a linking process). Komunikasi sebagai suatu proses penghubung akan mempunyai arti khusus bila kita menerima pendapat Katz dan Kahn bahwa struktur sosial berbeda dengan struktur mekanis dan struktur biologis. Entitas-entitas fisik dan biologis seperti mobil dan binatang mempunyai struktur anatomi yang dapat diidentifikasi ketika entitas-entitas itu bahkan tidak sedang berfungsi. Ketika suatu organisme biologis berhenti berfungsi, tubuh fisiknya masih dapat diperiksa lewat pembedahan (postmortem analysis).
Bila suatu sistem sosial berhenti berfungsi, ia tidak lagi mempunyai struktur yang dapat diidentifikasi. Sebabnya adalah karena sistem sosial merupakan struktur peristiwa alih-alih merupakan bagian-bagian fisik, dan tidak mempunyai struktur yang terpisah dan kegiatannya. Jaringan komunikasi suatu organisasi, misalnya, mempunyai sedikit persamaan dengan sistem peredaran darah atau sistem saraf dan organisme biologis, meskipun kita cenderung sering membandingkan keduanya. Karena analogi tersebut tampaknya menarik, kita sering terhambat untuk memahami perbedaan yang hakiki antara sistem sosial dan siste,m biologis.
Katz dan Kahn menerangkan bahwa kebanyakan interaksi kita dengan orang merupakan tindakan komunikatif (verbal dan nonverbal, berbicara dan diam). “Komunikasi, pertukaran informasi dan transmisi makna, adalah inti suatu sistem sosial atau suatu organisasi”. Mereka menyatakan bahwa adalah mungkin untuk menggolongkan bentuk-bentuk interaksi sosial seperti “penggunaan pengaruh, kerja sama, penularan sosial atau peniruan, dan kepemimpinan” ke dalam konsep komunikasi. Seperti yang akan anda lihat, kami mengambil suatu perspektif yang konsisten dengan pandangan ini dan menganggap komunikasi sebagai proses penghubung yang utama dalam organisasi dengan sejumlah proses muncul sebagai akibat dan “berkomunikasi” yang terjadi dalam organisasi. Kami menyebut bentuk-bentuk khusus komunikasi sebagai
keterampilan dan kegiatan komunikasi organisasi.
Teori sistem menyadari bahwa suatu keadaan yang terorganisasikan perlu mengenal berbagai hambatan untuk mengurangi komunikasi acak ke saluran-saluran yang sesuai untuk pencapaian tujuan organisasi. Pengembangan organisasi, misalnya, mungkin perlu menciptakan saluran-saluran komunikasi baru. Katz dan Kahn berpendapat bahwa “watak suatu sistem sosial, mengisyaratkan selektivitas saluran dan tindakan komunikatif, suatu mandat untuk menghindari sebagian saluran dan tindakan komunikatif dan menggunakan yang lainnya”.
Secara ringkas, Scott (1961) mengatakan bahwa “organisasi terdiri dari bagian-bagian yang berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya, menerima pesan-pesan dari dunia luar, dan menyimpan informasi. Fungsi komunikasi bagian-bagian ini sekaligus merupakan konfigurasi yang menggambarkan sistem secara keseluruhan” Mungkin dapat dikatakan bahwa, dari sudut pandang sistem, komunikasi adalah organisasi. Hawes (1974), bahkan, menyatakan hal ini: “Suatu kolektivitas sosial adalah perilaku komunikatif yang terpolakan; perilaku komunikatif tidak terjadi dalam suatu jaringan hubungan, tetapi merupakan jaringan itu in sendiri”. Kita dapat menganggap adanya organisasi dan kemudian menerangkan serta berharap memahami fungsinya, bagaimana orang-orang saling berhubungan, dan beberapa isu penting yang mempengaruhi cara manusia dan organisasi berkembang.

TEORI FUSI BAKKE DAN ARGYRIS

Teori Fusi Bakke dan Argyris

Sadar akan banyaknya masalah dalam rangka memuaskan minat manusia yang berlainan dan dalam rangka memenuhi tuntutan penting struktur birokrasi. Bakke (1950) menyarankan suatu proses fusi. Ia berpendapat bahwa organisasi, hingga suatu tahap tertentu, mempengaruhi individu, sementara pada saat yang sama individu pun mempengaruhi organisasi. Hasilnya adalah suatu organisasi yang dipersonalisasikan oleh setiap individu pegawai dan individu-individu yang disosialisasikan oleh organisasi. Karena itu setiap pegawai menunjukkan ciri-ciri organisasi, dan setip iabatan tampak unik seperti individu yang mendudukinya. Setelah fusi, setiap pegawai tampak lebih menyerupai organisasi, dan setiap jabatan dalam organisasi dimodifikasi sesuai dengan minat khusus individu.
Argyris (1957), seorang rekan Bakke di Universitas Yale, memperluas dan menyempurnakan karya Bakke. Ia berpendapat bahwa ada suatu ketidaksesuaian yang mendasar antara kebutuhan pegawai yang matang dengan persyaratan formal organisasi. Organisasi mempunyai tujuan yang berlawanan dengan tujuan pegawai perseorangan. Para pegawai mengalami frustrasi sebagai akibat dan ketidaksesuaian tersebut; sebagian pegawai mungkin meninggalkan tempat kerja mereka, menjadi apatis dan acuh tak acuh. Melalui konflik ini para pegawai lainnya menyadari untuk tidak mengharapkan kepuasan dari pekerjaan mereka. Banyak orang mengetahui berdasarkan pengalaman pribadi bahwa penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan suatu organisasi formal tidak mudah dan tidak dapat diharapkan terjadi secara otomatis.

TEORI HUBUNGAN MANUSIAWI

Teori Hubungan Manusiawi

Teori ini dikemukakan oleh Elton Mayo. Teori ini termasuk penemuan besar pada awal tahun 1950-an. Hasil terpenting terjadi selama eksperimaen penerangan lampu. Semula, para peneliti menganggap bahwa semakin baik penerangan, semakin tinggi hasil pekerja. Maka, mereka memutuskan untuk mengadakan suatu ruangan eksperimen dengan berbagai kondisi penerangan dan suatu ruangan kontrol dengan kondisi cahaya yang konstan. Dua kelompok pekerja dipilih untuk melakukan pekerjaan mereka di dua tempat yang berbeda. Melalui suatu periode waktu penerangan di ruangan eksperimen ditambah hingga intensitas yang menyilaukan dan kemudian dikurangi hingga tingkat di mana cahaya tidak ada. Hasilnya adalah sebagai berikut: Ketika banyaknya penerangan bertambah, bertambah juga efisiensi pekerja di ruangan eksperimen; tetapi, efisiensi pekerja di ruangan kontrol juga bertambah. Ketika cahaya berkurang di ruangan tes, efisiensi kelompok tes dan juga kelompok kontrol bertambah dengan perlahan tetapi mantap. Ketika penerangan setaraf dengan penerangan tiga lilin di ruangan tes, para operator memprotes, mengatakan bahwa mereka hampir tidak dapat melihat apa yang sedang mereka lakukan; pada saat itu angka produksi berkurang. Hingga saat itu para pekeija dapat mempertahankan efisiensi meskipun terdapat hambatan.
Hasil eksperimen penerangan cahaya membangkitkan minat para peneliti, juga minat terhadap manajemen. Maka, dari tahun 1927 hingga 1929, sebuah tim peneliti terkemuka mengukur pengaruh dan berbagai kondisi kerja terhadap produktivitas pegawai. Hasilnya juga sesuai dengan eksperimen penerangan, terlepas dari kondisi-kondisi kerja, produksi bertambah. Para peneliti berkesimpulan bahwa hasil yang luar biasa bahkan menakjubkan itu terjadi karena enam orang dalam ruang eksperimen itu menjadi sebuah tim, yang hubungan anggota-anggotanya dalam kelompok berperan lebih penting dalam meningkatkan moral dan produktivitas mereka terlepas dan apakah kondisi-kondisi kerja tersebut baik atau buruk. Para peneliti juga berkesimpulan bahwa para operator tidak mengetahui mengapa mereka dapat bekerja lebih produktif di ruangan tes, namun ada feeling memang bahwa “hasil yang lebih baik berkaitan dengan kondisi-kondisi kerja yang lebih menyenangkan, lebih bebas dan lebih membahagiakan”.
Dua kesimpulan yang berkembang dan studi Hawthorne tersebut sering disebut Efek Hawthorne (The Hawthorne Effect): (1) Perhatian terhadap orang-orang boleh jadi mengubah sikap dan perilaku mereka. (2) Moral dan produktivitas dapat meningkat apabila para pegawai mempunyai kesempatan untuk berinteraksi satu san-ia lainnya.
Mayo, kemudian (1945) menulis suatu ulasan mengenai minat para spesialis komunikasi terhadap analisis organisasi:
Suatu kritik terhadap pergerakan hubungan manusiawi menyatakan bahwa pergerakan ini terlalu asyik dengan orang-orang dan hubungan- hubungan mereka dan mengabaikan keseluruhan sumber daya organisasi dan anggota-anggotanya. Suatu keinginan memberikan respons terhadap kebutuhan-kebutuhan pribadi dan organisasi teiah menjadi suatu konsekuensi yang signifikan dari dasar-dasar yang telah diletakkan teoritisi terdahulu mengenai perilaku. Dewasa mi terdapat perbedaan yang penting antara pengembangan hubungan manusiawi yang baik dan pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Komunikasi organisasi mencoba memberikan latar belakang guna mengembangkan kualitas sumber daya manusia dalam suatu organisasi, tidak hanya mengembangkan kualitas hubungan manusiawi.

TEORI INTEGRATIF

Teori Integratif

Teori yang dikemukakan oleh Richard Farace, Peter Monge, dan Harnish Russel ini menunjukkan suatu pandangan umum yang sangat menarik mengenai konsep-konsep sistem dan organisasi. Karya mereka merupakan integrasi dari berbagai gagasan terbaik ke dalam suatu bentuk yang secara internal telah memberikan suatu sintesis mengenai pandangan sistem sebagai tambahan, karya mereka juga menyatukan sejumlah besar pemikiran yang didasarkan atas penelitian. Dan terakhir mereka menempatkan komunikasi sebagai pusat dari struktur organisasi.
Mereka mendefinisikan suatu organisasi sebagai suatu sistem yang setidaknya terdiri dari dua orang (atau lebih), ada saling ketergantungan, input, proses dan output: kelompok ini berkomunikasi dan bekerja sama untuk menghasilkan suatu hasil akhir dengan menggunakan energi, informasi, dan bahan-bahan lain dan lingkungan.
Salah satu sumber daya penting dalam organisasi adalah informasi. Dengan menggunakan teori informasi sebagai dasar, Farace dan rekannya mendefinisikan informasi ke daIam pengertian untuk mengurangi ketidakpastian. Ketika orang mampu untuk memperkirakan pola-pola yang akan terjadi dalam aliran tugas dan hubungan-hubungannya, maka ketidakpastian dapat dikurangi dan informasi berhasil diperoleh. Komunikasi sendiri, sebagian merupakan pengurangan ketidakpastian melalui informasi, karena komunikasi mencakup penggunaan ‘bentuk-bentuk simbolis’ umum yang saling dimengerti oleh para partisipannya.
Dalam teorinya mereka mengemukakan dua bentuk komunikasi yang berkaitan dengan dua bentuk inforrnasi. Pertama adalah ‘informasi absolut’ yang terdiri dari keseluruhan kepingan pengetahuan yang ada dalam sistem. Sebaliknya, informasi yang didistribusikan adalah informasi vang telah disebarkan di organisasi. Kenyataan bahwa informasi ada dalam suatu organisasi, tidak menjamin bahwa informasi tersebut cukup dikomunikasikan di dalam organisasi.
Suatu jaringan terdiri dari anggota-anggota yang bersama-sama dihubungkan dalam berbagai cara untuk berbagi informasi. Utnuk memahami suatu jaringan, kita harus memperhatikan pula beberapa faktor tambahan. Para anggota organisasi memiliki peran-peran yang berbeda dalam jaringan. Salah satu peran tersebut adalah isolasi/terpencil. Orang yang termasuk dalam kategori isolasi tidak memiliki rantai hubungan dengan anggota jaringan lainnya. Dan mereka yang saling berhubungan satu sama lain, beberapa
Diantaranya berkerumun menjadi kelompok-kelompok. Dalam pengertian jaringan, kelompok ditandai oleh empat kriteria yaitu:
1. lebih dari separuh aktivitas komunikasi yang dilakukan kelompok berada di dalam kelompok
2. setiap individu harus dikaitkan dengan individu lain dalam kelompok
3. kelompok tidak akan hancur oleh keluarnya satu orang atau rusaknya satu rantai hubungan
4. kelompok harus memiliki minimal ada tiga anggota.
Keempat kriteria ini akan membuat kelompok relatif stabil. Jadi suatu jaringan adalah suatu rangkaian kelompok-kelompok dan anggota-anggota yang saling berkaitan. Dua peran lain yang juga penting dalam struktur jaringan adalah peran penghubung dan jembatan. Jembatan adalah anggota kelompok yang juga berhubungan dengan kelompok lainnya. Sementara penghubung bukan anggota dari kelompok mana pun, meskipun dia menghubungkan dua kelompok atau lebih. Kebanyakan bukti menunjukkan bahwa peran penghubung memegang peranan penting bagi berfungsinya organisasi secara efektif. Penghubung ini dapat melancarkan juga dapat menghambat aliran informasi. Rogers dan Argawala-Rogers (1976) menyatakan bahwa, “peranan penghubung harus diciptakan secara formal dalam suatu organisasi apabila penghubung ini tidak terdapat secara informal.

TEORI PENITI PENYAMBUNG

Teori Peniti Penyambung

Rensis Likert dari Universitas Michigan berjasa mengembangkan suatu model terkenal dengan sebutan model peniti penyambung (the linking pin model). Yang menggambarkan struktur organisasi. Konsep peniti penyambung berkaitan dengan kelompok-kelompok yang tumpang tindih. Setiap penyelia merupakan anggota dari dua kelompok: sebagai pemimpin unit yang lebih rendah dan anggota unit yang lebih tinggi. Penyelia berfungsi sebagai peniti penyambung, mengikat kelompok kerja yang satu dengan yang lainnya pada tingkat berikutnya. Struktur peniti penyambung menggalakan orientasi ke atas daripada orientasi kebawah; komunikasi, pengaruh pengawasan, dan pencapaian tujuan diarahkan keatas dalam organisasi. Seperti dapat dilihat pada gambar, proses kelompok mempunyai peranan penting untuk membuat organisasi berstruktur peniti penyambung berfungsi dengan efisien. Semua kelompok harus sama-sama efektif, juga, karena organisasi tidak dapat lebih kuat daripada kelompoknya yang terlemah.
Luthans (1973) berpendapat bahwa konsep peniti penyambung cenderung menekankan dan memudahkan apa yang seharusnya terjadi dalam struktur klasik yang birokratik. Tetapi pola hierarkis atasan-bawahan, sering mendorong komunikasi ke bawah, namun menghambat komunikasi ke atas dan ke samping. Lambatnya tindakan kelompok, yang merupakan ciri organisasi berstrukur peniti penyambung, harus diimbangi dengan manfaat partisipasi yang positif (kontribusi kepada perencanaan, komunikasi yang lebih terbuka, dan komitmen anggota)yang tumbuh dari struktur peniti penyambung.

TEORI KEWENANGAN

Teori Kewenangan

Teori komunikasi kewenangan dikemukakan oleh Chester Barnard. Pikiran-pikiran baru mengenai organisasi muncul sejak Barnard mempublikasikan The Functions of the Executive-nya. Ia menyatakan bahwa organisasi adalah sistem orang, bukan struktur yang direkayasa secara mekanis. Suatu struktur yang mekanis yang jelas dan baik tidaklah cukup. Kelompok-kelompok alamiah dalam struktur birokratik dipengaruhi oleh apa yang terjadi, komunikasi ke atas adalah penting, kewenangan berasal dari bawah alih-alih dari atas, dan pemimpin berfungsi sebagai kekuatan yang padu.
Definisi Barnard mengenai organisasi formal menitikberatkan konsep sistem dan konsep orang. Tekanannya pada aspek-aspek kooperatif organisasi mencerminkan pentingnya unsur manusia. Barnard menyatakan bahwa eksistensi suatu organisasi bergantung pada kemampuan manusia untuk berkomunikasi dan kemauan untuk bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang sama pula. Maka ia menyimpulkan bahwa “Fungsi pertama seorang eksekutif adalah mengembangkan dan memelihara suatu sistem komunikasi.”
Barnard juga menyatakan bahwa kewenangan merupakan suatu fungsi kemauan untuk bekerja sama. Ia menyebutkan empat syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang menerima suatu pesan yang bersifat otoritatif:
1. Orang tersebut memahami pesan yang dimaksud
2. Orang tersebut percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi
3. Orang tersebut percaya, pada saat ia memutuskan untuk bekerja sama, bahwa pesan yang dimaksud sesuai dengan minatnya
4. Orang tersebut memiliki kemampuan fisik dan mental untuk melaksanakan pesan.
Seperangkat premis ini menjadi terkenal sebagai Teori Penerimaan Kewenangan, yakni kewenangan yang berasal dari tingkat atas organisasi sebenarnya merupakan kewenangan nominal. Namun, Barnard menunjukan bahwa banyak pesan yang tidak dapat dianalisis, dinilai dan diteima, atau ditolak dengan sengaja. Tetapi kebanyakan arahan, perintah dan pesan persuasive termasuk ke dalam zona acuh-tak-acuh (zone of indifference) seseorang.
Untuk menggambarkan gagasan tentang suatu zone of indifference, bayangkanlah suatu garis horizontal yang mempunyai skala 0% sebagai titik pusatnya dan 100% di kedua ujungnya. Semakin lebar zona tersebut, semakin jauh ia memanjang menuju ujung-ujungnya. Kemauan yang 100% untuk bekerja sama memperlihatkan zona yang memanjang dengan kedua arahnya menuju skala 100%. Suatu penolakan pesan yang mutlak (arahan, perintah, permohonan) menunjukkan suatu zona yang nilai-nilainya adalah nol.
Banyak pesan dari suatu organisasi dirancang untuk memperlebar zona acuh-tak-acuh pegawainya. Lebar zona setiap bawahan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Seorang bawahan boleh jadi mau menerima suatu pesan dengan kehangatan dan penerimanaan, bawahan lainnya tidak mau menerima tetapi juga tidak berarti menolaknya, sedangkan seorang bawahan ketiga sama sekali menolak pesan tersebut.
Barnard menyamakan kewenangan dengan komuniksi yang efektif. Penolakan suatu komunikasi sama dengan penolakan kewenangan kominikator. Dengan menerima suatu pesan atau perintah dari orang lain, seseorang memberikan kewenangan kepada perumus pesan dan karenanya menerima kedudukannya sebagai bawahan.
Terlepas dari kaitan erat antara kewenangan dan komunikasi, Barnard menganggap teknik-teknik komunikasi (lisan dan tulisan) penting untuk mencapai tujuan organisasi tetapi juga menganggap teknik-teknik tersebut sebagai sumber masalah organisasi. Barnard menjadikan komunikasi sebagai bagian penting dari teori organisasi dan manajemen. Ia percaya bahwa komunikasi merupakan kekuatan organisasi.

PERSPEKTIF KOMUNIAKSI - B. AUBREY FISHER

Perspektif Komunikasi

Perkembangan komunikasi berjalan beriringan dengan perkembangan teknologi. Berlo (1975) menyebut zaman sekarang ini adalah zaman revolusi komunikasi yang sejati, yang ditimbulkan, sebagian terbesar oleh adanya perkembangan kemajuan teknologis yang amat pesat di bidang media komunikasi. Salah satu fakta yang sangat mencolok tentang dasawarsa dewasa ini adalah ledakan informasi yang luar biasa. Ledakan informasi itu telah menuntut adanya penemuan beberapa sarana untuk mengatasi masalah informasi tersebut.

Teknologi telah dikembangkan pada tingkat massa dengan perkembangan sistem komputer yang canggih itu (misalnya ERIC) untuk menyimpan dan mencari kembali informasi secara sistematis. Dalam pengertian yang sebenarnya, ERIC hanyalah suatu mekaninsme untuk mengatasi masalah secara komputer itu. Teknologi juga menambah “kemudahan dibawanya” informasi sehingga setiap tahun berikutnya makin banyak orang menerima informasi secara lebih cepat.

Hasil yang tidak dapat dielakkan dari revolusi komunikasi pada masa kini adalah bahwa pemahaman hakikat komunikasi manusia menjadi lebih sulit lagi, namun menjadi lebih menentukan dalam masyarakat kontemporer.

1. Perspektif Mekanistis

Para ahli teori sosial dan filsuf ilmu umumnya sependapat bahwa ilmu sosial/ perilaku amat banyak meminjam dari ilmu fisika, pada saat disiplin baru itu menjalani perkembangan selama tahun-tahun pembentukannya. Perspektif mekanistis komunikasi manusia menekankan pada unsur fisik komunikasi, penyampaian dan penerimaan arus pesan seperti ban berjalan di antara sumber atau para penerimanya. Semua fungsi penting dari komunikasi terjadi pada saluran, lokus , perspektif mekanistis. Ilmu fisika yang dominant pada beberapa abad ini merupakan perspektif mekanistis, umumnya dikenal sebagai “fisika klasik”.

Model perspektif mekanistis komunikasi manusia.

Saluran merupakan tempat untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan secara kontinu atau terus-menerus, tanpa adanya saluran maka komponen- komponen komunikasi lainnya akan terkatung- katung secara koseptual dalam ruangan. Karena secara jelas perspektif mekanistis menempatkan komunikasi bulat- bulat pada saluran.

Karena terlalu memfokuskan kepada saluran, maka timbul hambatan dan kegagalan dalam komunikasi. Hambatan tersebut lebih banyak dilihat sebagai hambatan psikologis yang terdapat dalam kemampuan kognitif dan afektif Individual dalam menyandi dan mengalih sandi pesan.

Encoding merupakan proses pentransformasian pesan dari satu bentuk ke bentuk yang lain pada saat penyampaian. Sedangkan pengalihan sandi atau decoding merupakan proses pentransformasian pesan dari satu bentuk ke bentuk yang lain pada saat penerimaan atau di titik tujuan.

Jika komunikatornya lebih dari dua, maka memerlukan penjaga gerbang atau disebut gate keeping. Penjaga gerbang berfungsi menerima informasi dari suatu sumber dan merelai informasi tersebut kepada seorang penerima.

2. Perspektif Psikologis

Banyak penelitian komunikasi dalam tradisi empiris ilmu sosial kontemporer telah meminjam secara besar-besaran dari psikologi, tetapi fenomena ini dapat dimengerti. Sejak berabad-abad komunikasi meminjam dari disiplin lain seperti filsafat, sosiologi, bahasa dan lain sebagainya. Banyak yang menganggap bahwa tradisi meminjam ini adalah hal yang wajar karena komunikasi merupakan disiplin yang elektik (electic).

Karakteristik Penjelasan Psikologis

Seperti halnya komunikasi, psikologi merupakan disiplin yang beraneka ragam dengan spesialisasi-spesialisasi yang dihubungkan secara longgar, misalnya psikologi kepribadian, psikologi sosial, psikologi industri, dan lain sebagainya. Sebenarnya, pandangan psikologis komunikasi tidak mencakup semua hal dari satu teori saja dalam psikologi. Ingat bahwa peminjaman komunikasi dari psikologi secara relatife bersifat dangkal dan sporadis. Akibatnya, disini tidaklah dimaksudkan untuk mengemukakan cirri-ciri esensial penjelasan psikologis. Akan tetapi, tujuannya adalah untuk menandai ciri-ciri penjelasan psikologis yang tampaknya mengarahkan ahli komunikasi yang mempergunakannya.

Penerimaan Stimuli oleh Alat-alat Indera

Sebagai manusia, kemanpuan kita sangat terbatas untuk berhubungan dengan lingkungan kita serta dengan sesama kita. Secara fisiologis, setidak-tidaknya, kita hanya memiliki lima alat indera. Fenomena lingkungan itu yang terkandung dalam banyak penjelasan psikologis, termasuk dalam penjelasan teoritis di luar kecenderungan behavioristis, adalah konsep “stimulus” sebagai satuan masukan alat indera.

Jadi, setiap berkas sinar yang masuk pada retina mata kita, setiap getaran udara yang menggetarkan bagian dalam telinga kita, atau zat apapun yang merangsang indera kita dinamakan stimulus. Akibatnya, stimuli memberikan data yang dipergunakan dalam penjelasan tentang perilaku manusia

Mediasi Internal Stimuli

Setelah menerima stimuli-stimuli, indera kita akan mengolahnya kembali di dalam tubuh dan pikiran kita. Hampir seluruhnya, mediasi organisme dalam penjelasan S-R merupakan konsep black box, yakni struktur khusus dan fungsi proses antara yang internal dipandang kurang penting dibandingkan dengan proses pengubahan input menjadi output. Menurut teori ini, penjelasan memerlukan pengamatan masukan dan pengeluaran namun tidak menuntut pengamatan langsung pada kegiatan dalam diri organisme yang bersangkutan, sekalipun mungkin dapat dilakukan.

Penjelasan S-R akan mengemukakan bahwa organisme akan menghasilkan perilaku tertentu, jika ada kondisi stimulus tertentu. Maksudnya, keadaan internal organisme berfungsi menghasilkan respons tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Akan tetapi, penting untuk diingat bahwa keadaan internal tersebut hanya dapat dikenali dalam artian peran yang dijalankannya dalam menghasilkan perilaku.

Peramalan Respons

Tujuan penjelasan S-R berpusat pada peramalan, dan peramalan berpusat pada respons. Sebenarnya respons dianggap sebagai perilaku yang dapat secara langsung diamati, dan penjelasan psikologis berusaha menghubungkan, yakni menjelaskan, perilaku dalam artian stimuli dan keadaan internal. Memang jelas bahwa respons tidak dapat diramalkan semata-mata dalam arti sifat fisik stimulus. Respons lebih dapat diuntungkan dengan keadaan internal yang diaktifkan oleh psikologis.

Secara singkat, dapat ditarik kesimpulan bahwa setelah organisme menerima stimuli-stimuli dari luar dan kemuadian memporosesnya di dalam dirinya, maka organisme akan dapat meramalkan respons apa yang akan terjadi selanjutnya, baik itu akan dilakukan maupun tidak akan dilakukan.

Peneguhan (Reinforcement) Respons

Peneguhan respons mempengaruhi keadaan internal organisme dalam keadaan kebalikannya. Maksudnya, organisme itu dipengaruhi tidak hanya oleh peristiwa di masa lampau saja tetapi iapun dipengaruhi oleh masa yang akan datang.

Akibat adanya arah ganda waktu ini adalah untuk memberikan penegasan yang lebih besar pada keadaan internal organisme tersebut. Dalam arti, organisme tidak hanya tergantung pada lingkungannya saja, tetapi ia dapat mengendalikan lingkungan dan pengaruhnya, sampai batas tertentu, melalui penggunaan fungsi antara dari keadaan internalnya.

Perspektif psikologis tentang komunikasi manusia memfokuskan perhatiannya pada individu (si komunikator/ penafsir) baik secara teoritis maupun empiris. Secara lebih spesifik lagi, yang menjadi fokus utama dari komunikasi adalah mekanisme internal peneriamaan dan pengelolahan informasi.

Fokus ini telah menimbulkan orientasi komunikasi manusia yang berpusat pada si penerima. Walaupun bidang sebenarnya psikologi yang dipinjam perspektif ini masih tidak jelas, unsur- unsur perantara dari behaviorisme S-O-R dan psikologi kognitif, khususnya teori keseimbangan, cenderung untuk mendominasi usaha penelitian para ilmuwan komunikasi yang mempergunakan perspektif psikologi.

Model perspektif psikologi komuniksi manusia.

Pertama- tama, perspektif ini menganggap bahwa manusia berada dalam suatu medan stimulus, yang secara bebas disebut sebagai suatu lingkungan informasi. Dalam model psikologis manusia ditandai sebagai makhluk yang memiliki fungsi ganda menghasilkan dan menerima stimuli- jadi manusia adalah seorang komunikator/ penfsir stimuli informasional.

Psikologis komunikasi memiliki model yang berbeda dari model psikologis yang menjelaskan semua perilaku dalam kerangka asumsi bahwa semua manusia dalam medan stimulus menghasilkan sejumlah besar stimulus yang ditangkap oleh orang lain. Karena itu, sampai batas- batas tertentu, tiap komunikator telah terorientasi secara psikologis kepada yang lain.

Filter konseptual merupkan suatu “kata petunjuk”, yang ditujuan untuk mencakup semua konstruk yang beragam yang telah dipakai untuk melukiskan secara teoritis kegiatan internal dalam diri manusia. Filter konseptual juga berfungsi untuk membantu proses penyandian, apabila proses penyandian kurang ditangkap dengan baik.

Salah satu hambatan perspektif psikologi, yaitu kecenderungan mendehumanisasikan manusia dan pada akhirnya membuat mereka tidak berdaya terhadap lingkungan mereka sendiri.

Penggambaran tentang perspektif psikologis tidaklah merupakan perspektif yang menyatu secara manunggal dalam pengkajian komunikasi. Sebaliknya, dalam kerangka perspektif ini terdapat pendekatan metodologis, konsep yang dipakai, serta definisi operasional yang digunakan, yang amat beranekaragam. Sampai pada tingkat tertentu, ketidaksamaan ini mencerminkan sebagian besar kekalutan yang terdapat di dalam disiplin psikologi. Sudah tentu, penekanan pada filter konseptual yang berupa black box (seperti: sikap, persepsi, keyakinan, dan keinginan) telah mempercepat timbulnya arah yang berlainan.

3. Perspektif Interaksional

Meskipun asal mula perspektif interaksional komunikasi manusia dapat ditelusuri sampai kefilsafat ekstensialisme dan bahkan ke Socrates, sumbernya yang khusus dan komprehensif dari perspektif ini secara langsung ataupun tidak langsung adalah interaksional komunikasi manusia.

Secara lebih khusus lagi, arah perkembangan dalam masyarakat ilmiah komunikasi manusia yang memperlakukan komunikasi sebagai dialog adalah adanya indikasi yang terang sekali dari pendekatan interaksional pada studi komunikasi manusia.

Popularitas interaksional berasal dari reaksi humanistis terhadap mekanisme dan psikologisme. Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah pemberian penekanan yang manusiawi pada diri sebagai unsur pokok perspektif interaksional. Tetapi dari pada memandang diri hanya sebagai internalisasi pengalaman individual, interasionisme lebih menerangkan perkembangan diri melalui proses “penunjukan diri” di mana individu dapat “bergerak keluar” dari diri dan melibatkan dirinya dalam intropeksi dari sudut pandang orang lain. Dengan cara yang sama individu dapat melibatkan dirinya dalam pengambilan peran dan mendefinisikan diri maupun orang lain dari sudut pandang orang lain.

Fenomena pengambilan peran inilah yang memungkinkan adanya pengembangan diri semata- mata sebagai proses sosial- dalam proses intropeksi maupun ekstropeksi. Oleh karena hanya melalui interaksi sosial hubungan dapat dikembangkan. Dan pengambilan peran tidak hanya merupakan unsur sentral dari perspektif interaksional, akan tetapi juga menjadi unsur yang unik.

Perspektif interaksional menekankan tindakan yang bersifat simbolis dalam suatu perkembangan yang bersifat proses dari komunikasi manusia. Penekanannya pada tindakan memungkinkan pengambilan peran untuk mengembangkan tindakan bersama atau mempersatukan tindakan individu dengan tindakan individu- individu yang lain untuk membentuk kolektivitas. Tindakan bersama dari kolektivitas itu mencerminkan tidak hanya pengelompokan sosial akan tetapi juga adanya perasaan kebersamaan ataupun keadaan timbal balik dari individu- individu yang bersangkutan, yang dilukiskan dalam model sebagai “kesearahan” orietasi individu- individu terhadap diri orang lain, dan objek.

Model perspektif interaksional komunikasi manusia.

Komunikator interaksional merupakan penggabungan yang kompleks dari individualisme sosial, yakni seorang individu yang mengembangkan potensi kemanusiawiannya melalui interaksi sosial.

Implikasi yang paling penting dari perspektif interaksional bagi studi komunikasi manusia adalah adanya penyempurnaan pemberian penekanan pada metodologi penelitian. Implikasinya yang pertama mencakup pemahaman yang disempurnakan tentang peran yang akan dijalankan oleh peneliti. Dari pada hanya digambarkan sebagai seorang pengamat yang sifatnya berat sebelah, dan tidak tertarik atas fenomena empiris, penelitian interaksional menjalankan peranannya sebagai seorang pengamat- partisipan dalam pelaksanan penelitiannya. Dari sudut pandang mereka, peneliti mengoperasionalkan konsep dan menjalankan observasi empirisnya. Akan tetapi, validasi konsep penelitiannya bergeser dari criteria eksternal ke sudut pandangan para subjek penelitian itu sendiri.

Perspektif interaksional dengan jelas merupakan sumber yang menarik perhatian orang dalam pengertian bahwa ia berada dalam tahap perkembangan yang kontinu. Dalam artian sebagai “revolusi yang belum tuntas”, setiap penemuan penelitian secara relative bersifat baru dan mengarah ke banyak arah yang baru.

4. Perspektif Pragmatis

Pragmatis merupakan studi tentang bagaimana lambing- lambing itu berhubungan dengan orang lain. Aspek pragmatis komunikasi berpusat pada perilaku komunikator sebagai komponen fundamental komunikasi manusia. Pragmatika berpandangan bahwa komunikasi dan perilaku sesungguhnya sama.

Prinsip-prinsip pragmatika secara langsung lebih banyak berasal dari teori system umum, campuran, multi disipliner dari asumsi, konsep, dan prinsip- prinsip, yang berusaha menyediakan kerangka umum bagi studiberbagai jenis fenomena- fisika, biologi, dan sosial. Teori system merupakan seperangkat prisip yang terorganisasikan secara longgar dan bersifat amat abstrak, yang berfungsi untuk mengarahkan jalan pikiran kita, namun yang tergantung pada berbagai penafsiran.

Pada prinsipnya perspektif pragmatis merupakan alternatif bagi perspektif mekanistis dan psikologis, dengan memfokuskan pada urutan perilaku yang sedang berlangsung dalam ruang lingkup filosofis dan metodologis teori system umum dan teori informasi. Penekanannya pada urutan interaksi yang sedang berjalan, yang membatasi dan mendefinisikan system sosial, merupakan pemindahan dari penekanan perspektif interaksional pada pengambilan peran yang diinternalkan. Meskipun demikian, pemberian penekanan pada perilaku interaktif, sekalipun penjelasan kejadiannya itu berbeda, merupakan penekanan yang sama bagi perspektif pragmatis dan interaksional.

Yang fundamental bagi setiap studi komunikasi manusia yang serius dalam perspektif pragmatis adalah daftar kategori yang menyatakan fungsi yang dilakukan oleh komunikasi manusia dan yang menyatakan fungsi yang dilakukan oleh komunikasi manusia dan yang memungkinkan tindakan komunikatif untuk diulang kembali pada saat yang bersamaan.

Selanjutnya untuk memahami komunikasi manusia adalah mengorganisasikan urutan yang sedang berlangsung ke dalam kelompok- kelompok karakteristik sehingga peristiwa itu “cocok” satu sama lainnya dalam suatu pola yang dapat ditafsirkan. Urutan itu diberi cara penggunaannya berkat ketrbatasanyang diberikan pada pilihan interaktif; yakni, makin redudan urutan itu, makin banyak struktur yang diperlihatkan oleh pola interaksi.

Implikasi perspektif lebih luas dan lebih jauh liputannya dalam perbedaannya dari kebijakan konvensional yang mengitari komunikasi manusia. Implikasi- implikasi tersebut yakni:

· Ekternalisasi, karena komunikasi memusatkan perhatiannya pada perilaku, maka ungkapan klise yang dihubungkan dengan komunikasi mulai menerima makna baru.

· Probabilitas stokatis, umumnya analisa data penelitian dalam ilmu- ilmu sosial mempergunakan statistika inferensial, dan desain- desain eksperiental. Sifat perspektif pragmatis menimbulkan masalah bagi para ahli yang hanya terlatih dalam methode penelitian yang tradisional. Prinsip ekuifinalitas, yang menandai system terbuka, tidak menyisihkan sama sekali metode eksperimental, tetapi ia hanya mengurangi arti pentingnya saja.

· Analisis kualitatif, perspektif pragmatis mengandung arti bahwa inferensi kausal menjadi kurang penting dalam memahami proses komunikasi manusia, jika tidak mau dikatakan tidak sesuai. Yang lebih penting dan relevan adalah masalah- masalah kualitatif yang mengenai karakterisasi system komunikasi. Bagian ini akan berusaha menggambarkan secara garis- besar beberapa masalah kualitatif yang paling penting bagi studi komunikasi sekarang.

· Kompleksitas konsep waktu, di dalam kerangka perspektif pragmatis, waktu menjadi makin lebih kompleks dan makin lebih merupakan bagian yang integral dari komunikasi manusia.

· Komunikasi interpersonal massa, dalam bidang yang beranekaragam seperti komunikasi manusia, penerapan perspektif pragmatis bertindak sebagai kerangka untuk mempersatukan berbagai pendekatan komunikasi yang berlainan.

Untuk mengkonseptualisasikan komunikasi dari perspektif pragmatis sama saja dengan memperbaharui secara drastic pola pikiran yang semula tentang komunikasi. Akan tetapi untuk mengkonseptualisasikan komunikasi sebagai suatu tindakan “partisipasi” atau “memasuki” suatu system komunikasi ataupun hubungan memerlukan “goncangan” pada cara berpikir kita yang tradisional.

Walaupun demikian, kemampuan untuk mengenal cara kita berpikir dan menggunakan berbagai perspektif merupakan suatu tanda seorang yang terpelajar, dan kemampuan untuk mengkonseptualisasikan, termasuk kemampuan untuk merekonseptualisasikan adalah isyarat adanya pemahaman yang meningkat.

5. Kombinasi Perspektif

Ahli-ahli komunikasi seringkali mengkombinasikan unsur-unsur berbagai perspektif dan menggunakan kombinasi ini dalam meninjau proses komunikasi. Kombinasi yang sering terjadi adalah perspektif psikologis dengan mekanistis. Pada umumnya perspektif mekanistis- psikologis merupakan pendekatan komunikasi yang jelas paling popular.

Setiap perspektif secara relatif terpisah secara relatif antar yang satu dengan yang lain. Menurut Aubrey Fisher, agar penelitian produktif hendaknya menyadari pemakaian kombinasi perspektif dan secara sadar mencegah adanya kombinasi yang tidak konsisten atau tidak searah. Prasyarat bagi setiap pengembangan teoritis komunikasi adalah adanya kesadaran kritis tentang perspektif teoritis yang ada dan yang sedang diterapkan.

Perspektif bukan hanya perspekti mekanistis, psikologis, interaksionis, dan pragmatis saja, melainkan masih ada yang lain diantaranya: perspektif ekologi atau kontekstual tentang komunikasi manusia konsisten dengan definisi komunikasi sebagai proses adaptasi orgaisme kepada lingkungan. Perspektif ekologi lebih bersifat asumtif dari pada aktual.

Perspektif dramatisme, lebih berpengaruh dan populer dari pada pandangan ekologis adalah dampak dramatisme atas komunikasi. Daramatisme lebih bersifat analogis dari pada teoritis. Model dramatis menempatkan individu dan perilaku sosial dalam analogi dramatis yang menandai aktor sosial pada “panggung” kehidupan yang sebenarnya. Sebagai model atau analogi organisasi komunikasi, dramatisme sangat bersifat heuristic, kaya dengan ide- ide yang potensial.

Perspektif memang memberikan pengaruh besar pada akumulasi pengetahuan yang potensial yang menyangkut proses komunikatif. Pengaruh utama dari perspektif ialah menentukan/ mengarahkan pemahaman seseorang tentang konsep komunikasi. Salah satu cara untuk menerangkan pengaruhnya adalah mengatakan bahwa perspektif yang berbeda memberikan interpretasi yang berlainan juga.

Sebagian orang mungkin akan menafsirkan perspektif itu sebagai suatu metodelogi penelitian, jelas bukan. Begitu pula suatu metodelogi tertentu tidaklah unik atau bahkan paling tetap bagi suatu perspektif apapun. Dalam kenyataannya, setiap metodelogi penelitian apapun dapat cocok dalam salah satu dari keempat perspektif itu, hanya tergantung pada sifat pernyataan penelitian tertentu yang ditanyakan- bukan pada perspektif filosofisnya itu sendiri.